Jakarta, CNBC Indonesia - Laba perusahaan industri besar di China melonjak tajam pada September 2025, mencatat kenaikan 21,6% dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut data Biro Statistik Nasional (NBS) yang dirilis Senin (27/10/2025), peningkatan signifikan ini memperpanjang tren positif yang sudah terlihat sejak Agustus dan menjadi lonjakan tertinggi sejak November 2023, di tengah kampanye pemerintah untuk menekan perang harga dan menjaga stabilitas industri manufaktur.
Kenaikan laba tersebut juga menunjukkan bahwa kebijakan Beijing untuk mengendalikan persaingan harga ekstrem mulai membuahkan hasil, bahkan ketika perekonomian China masih menghadapi tekanan akibat perlambatan global, ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat, serta lemahnya konsumsi domestik.
"Langkah-langkah kebijakan yang diterapkan untuk menekan perang harga di berbagai sektor industri membantu meringankan tekanan pada produsen dan memperbaiki profitabilitas perusahaan," kata Yu Weining, kepala statistik di NBS, dilansir CNBC International.
Laba industri China sebelumnya sudah tumbuh 20,4% pada Agustus dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan kenaikan September ini, dua bulan berturut-turut mencatat rebound kuat setelah hampir setahun tertekan oleh deflasi harga produsen dan permintaan global yang lemah.
Secara kumulatif, laba perusahaan industri besar meningkat 3,2% dalam sembilan bulan pertama 2025, naik dari pertumbuhan 0,9% pada periode Januari-Agustus.
Kinerja positif itu terutama ditopang oleh sektor manufaktur berteknologi tinggi, yang mencatat lonjakan laba 26,8% pada September. Sementara itu, laba sektor manufaktur secara keseluruhan naik 9,9% pada periode Januari-September, dan perusahaan penyedia listrik, panas, bahan bakar, serta air meningkat 10,3%.
Namun, sektor pertambangan masih tertekan, dengan laba anjlok 29,3% akibat turunnya harga komoditas dan permintaan global yang melemah.
Kenaikan laba ini terjadi meskipun China masih mengalami tekanan deflasi. Pada September, inflasi turun 0,3% secara tahunan, lebih rendah dari perkiraan. Sementara itu, indeks harga produsen terkontraksi 2,3%, memperpanjang tren penurunan harga di tingkat pabrikan yang sudah berlangsung selama tiga tahun berturut-turut.
Langkah Beijing untuk menahan perang harga - yang sebelumnya memicu penurunan tajam margin keuntungan di berbagai sektor seperti otomotif, elektronik, dan logam - telah menciptakan stabilitas harga yang relatif lebih baik.
Meski laba industri menunjukkan pemulihan, ekonomi China secara keseluruhan masih menghadapi tekanan besar. Pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga hanya 4,8%, laju paling lambat dalam setahun. Selain itu, investasi aset tetap secara tak terduga turun 0,5% dalam sembilan bulan pertama, penurunan pertama sejak pandemi 2020.
Di sisi ekspor, meski masih relatif tangguh sepanjang tahun ini, pertumbuhan diperkirakan akan melambat pada kuartal keempat.
Adapun dengan data laba industri yang membaik dan output industri tumbuh lebih cepat dari perkiraan - naik 6,5% pada September dari tahun sebelumnya, lebih tinggi dari 5,2% pada Agustus - para analis menilai Beijing tidak akan terburu-buru menggelontorkan stimulus ekonomi tambahan.
"Referensi terhadap 'perluasan permintaan domestik' dan 'peningkatan kesejahteraan rakyat' memang ada, tetapi tidak menjadi fokus utama," ujar Louise Loo, Kepala Ekonomi Asia di Oxford Economics.
"Ini menunjukkan bahwa meskipun pemerintah menyadari lemahnya sentimen rumah tangga dan tingginya tabungan, mereka tidak berencana meluncurkan program konsumsi besar-besaran dalam lima tahun ke depan," tambahnya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Maha Kuat' China, Laba Industri Naik Meski Dihantam Tarif Trump

3 hours ago
1















































