Dirjen Bea Cukai Dipilih dari TNI, Tugas Berat Ini Sudah Menghadang

8 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo Subianto menunjuk Letnan Jenderal Djaka Budi Utama dipercaya sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai untuk menggantikan Askolani.

Letnan Jenderal Djaka Budi Utama saat ini mengemban tugas amanat sebagai Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN). Dia dilantik pada Oktober 2024.

Sayangnya, Djaka enggan memberikan komentar selepas pertemuan dengan Prabowo. Kepastian posisi Djaka pun dikonfirmasi oleh Bimo.

"Saya diberi mandat nanti sesuai arahan menteri keuangan akan bergabung dengan Kemenkeu, begitu juga dengan Letjen Djaka," ujar Bimo Wijayanto yang ditunjuk sebagai Dirjen Pajak Kemenkeu.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai akan menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan tugasnya, terutama terkait penerimaan negara, pengawasan, dan penegakan hukum. Salah satu tantangan utama adalah mengatasi penyelundupan dan praktik cukai ilegal, termasuk peredaran barang tanpa cukai yang dapat merugikan pendapatan negara.

Selain itu, penyederhanaan administrasi kepabeanan dan tata kelola di pelabuhan menjadi langkah penting untuk meningkatkan efisiensi perdagangan serta mengurangi hambatan birokrasi yang dapat menghambat arus barang.

Dalam aspek penerimaan negara, Bea Cukai memiliki peran strategis dalam mengoptimalkan pendapatan dari sektor kepabeanan dan cukai. Namun, fluktuasi harga komoditas global menjadi tantangan tersendiri, karena dapat berdampak pada penerimaan dari berbagai sektor. Selain itu, penguatan pengawasan terhadap barang ilegal menjadi fokus utama untuk menekan peredaran produk tanpa cukai yang terus meningkat.

Di sisi lain, Bea Cukai juga bertanggung jawab sebagai fasilitator perdagangan dan pendukung industri, yang mengharuskannya menyeimbangkan pengawasan dengan kebijakan yang mendukung sektor usaha dalam negeri. Efisiensi dalam sistem kepabeanan sangat diperlukan untuk memastikan kelancaran arus barang masuk dan keluar serta menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Realisasi Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Tak Stabil

Sebagai catatan, kondisi penerimaan pajak terus mengalami kenaikan sejak 2014 hingga 2024 namun tidak dengan 2020 yang mengalami penurunan tipis karena pada saat itu ada pandemi Covid-19 dan juga pada 2023.

Apabila dilihat lebih rinci, rata-rata pertumbuhan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai dalam tujuh tahun terakhir terpantau hanya sebesar 7,11%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan realisasi penerimaan pajak yang lebih dari 8%.

Lebih lanjut, jika ditilik lebih dalam, penerimaan kepabeanan dan cukai tidak mampu tumbuh lebih tinggi bersamaan dengan penerimaan cukai hasil tembakau akibat produksi rokok yang turun.

Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Misbhakun, turut menyoroti persoalan ini. Khususnya pada sektor tembakau, penyebab lesunya adalah kebijakan cukai yang terlalu agresif. Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai, pada 2022 penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp 218,3 triliun dengan produksi 323,9 miliar batang dan kenaikan tarif tercatat 12%.

Sementara pada 2023 produksi menurun menjadi 318,1 miliar batang yang menyebabkan penerimaan cukai hasil tembakau menjadi Rp 213,5 triliun dan kenaikan tarif 10%. Pada 2024, produksi menurun menjadi 317,4 miliar batang, namun penerimaan meningkat menjadi Rp 216.9 triliun dengan kenaikan tarif 10%.

Sepanjang kuartal-I 2025, Cukai Hasil Tembakau (CHT) tercatat Rp 55,7 triliun. Adapun untuk produksi rokok golongan 1 menurun hingga 10,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar 34,7 miliar batang.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat meningkatkan penerimaan negara dengan beberapa strategi utama. Salah satunya adalah menaikkan tarif cukai pada produk tertentu namun tidak agresif dan memperluas cakupan barang kena cukai, seperti plastik dan minuman bergula.

Selain itu, pengawasan terhadap barang ilegal perlu diperketat untuk mencegah peredaran produk tanpa cukai yang merugikan penerimaan negara. Optimalisasi post-clearance audit juga penting guna memastikan kepatuhan terhadap regulasi kepabeanan. Pemerintah bisa menerapkan relaksasi pelunasan pita cukai untuk menjaga stabilitas penerimaan tanpa membebani pelaku usaha.

Terakhir, digitalisasi sistem kepabeanan melalui CEISA 4.0 dapat meningkatkan efisiensi administrasi serta transparansi dalam pengelolaan pajak dan cukai. Dengan kombinasi strategi ini, DJBC dapat mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus menjaga kelancaran perdagangan dan industri.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |