Ini Alasan Paus Leo XIV Dijuluki Father Bob

18 hours ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - Paus Leo XIV, pemimpin tertinggi Gereja Katolik yang baru terpilih, dikenal luas sebagai "Father Bob" julukan hangat yang mencerminkan gaya hidup sederhana dan pendekatan pastoral yang menyentuh hati banyak orang.

Lahir sebagai Robert Francis Prevost di Chicago, Illinois, pada 14 September 1955, pemimpin Gereja Katolik pertama yang berasal dari Amerika Serikat ini tumbuh dalam keluarga multietnis berdarah Prancis, Italia, dan Spanyol.

Sejak masa mudanya, Robert sudah menunjukkan kedekatan yang alami dengan pelayanan keagamaan, hingga akhirnya bergabung dengan Ordo Santo Agustinus pada tahun 1977 dan ditahbiskan sebagai imam pada 1982.

Julukan yang Berakar pada Kepribadian

Julukan "Father Bob" berasal dari nama baptis lengkap Paus Leo XIV, yaitu Robert Francis Prevost. Nama "Bob" adalah bentuk akrab atau diminutif dari "Robert", yang umum digunakan di lingkungan berbahasa Inggris.

Julukan ini mulai melekat sejak masa awal pelayanannya sebagai imam dalam Ordo Santo Agustinus di Amerika Serikat dan kemudian selama misinya di Peru.

Di sana, umat lokal menyapanya dengan hangat sebagai "Padre Bob" (dalam bahasa Spanyol), mencerminkan hubungan yang dekat, ramah, dan penuh kepercayaan antara dia dan komunitas yang dilayaninya.

Paus Leo XIV memimpin Misa di Kapel Sistina di Vatikan, 9 Mei 2025. (Vatican Media/Simone Risoluti ­Handout via REUTERS)Foto: Paus Leo XIV memimpin Misa di Kapel Sistina di Vatikan, 9 Mei 2025. (via REUTERS/Simone Risoluti)
Paus Leo XIV memimpin Misa di Kapel Sistina di Vatikan, 9 Mei 2025. (Vatican Media/Simone Risoluti ­Handout via REUTERS)

Karakter Father Bob dikenal sebagai sosok rendah hati dan mudah didekati, baik oleh kalangan awam maupun klerus.

Julukan tersebut tidak hanya menjadi panggilan biasa, tetapi juga simbol gaya kepemimpinannya yang pastoral, humanis, dan terbuka. Ia tidak membangun jarak dengan umat; sebaliknya, ia kerap hadir dalam kehidupan sehari-hari mereka mulai dari misa di desa-desa kecil hingga kunjungan ke rumah-rumah warga dan komunitas migran.

Selama pelayanannya di Peru, julukan "Father Bob" menjadi semakin populer karena gaya komunikasinya yang bersahabat, kemampuan berbicara bahasa Spanyol dengan fasih, serta keterlibatannya yang aktif dalam kegiatan sosial terutama mendampingi para migran Venezuela dan masyarakat miskin di kawasan Chiclayo.

Sosok yang Sederhana dan Dekat dengan Umat

Dalam berbagai perannya, baik sebagai Prior Jenderal Ordo Agustinus (2001-2013), Uskup Chiclayo (2015-2023), hingga menjabat sebagai Prefek Dikasteri untuk Para Uskup sebelum terpilih sebagai Paus, "Father Bob" tetap menunjukkan konsistensi dalam gaya kepemimpinan yang rendah hati.

Ia tidak menjaga jarak dari umat, melainkan hadir di tengah kehidupan mereka dari altar gereja hingga lapangan komunitas.

Sentuhan Humanis: Olahraga, Budaya, dan Keseharian

Yang menjadikan "Father Bob" semakin dicintai adalah caranya menggabungkan sisi spiritual dengan kehidupan sehari-hari.

Ia adalah penggemar tenis dan baseball, serta menunjukkan dukungannya terhadap klub sepak bola populer Alianza Lima di Peru. Kebiasaannya mengikuti pertandingan lokal dan berdiskusi soal olahraga menjadi jembatan alami yang memperkuat hubungannya dengan umat dari berbagai usia dan latar belakang.

Kepemimpinan yang Inklusif

Sebagai Paus Leo XIV, "Father Bob" membawa warisan panjang dari pelayanannya yang inklusif. Ia menekankan pentingnya dialog antar umat, penghargaan terhadap migran, dan keadilan sosial. Dalam berbagai kesempatan, ia menyuarakan solidaritas dengan komunitas yang terpinggirkan dan mengajak Gereja untuk tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga rumah bagi mereka yang mencari pengharapan dan keadilan.

Dengan gaya komunikasi yang bersahaja namun tegas, serta sikap pastoral yang membumi, julukan "Father Bob" bukan sekadar nama panggilan melainkan cerminan dari gaya kepemimpinan yang ingin menjadikan Gereja lebih dekat, terbuka, dan relevan dalam dunia yang terus berubah.

Paus Leo XIV dan Komitmennya terhadap Para Pengungsi Venezuela Selama Pelayanannya di Peru

Jauh sebelum namanya menggema sebagai Paus pertama asal Amerika Serikat, Robert Francis Prevost telah dikenal luas di Peru sebagai seorang uskup yang memiliki perhatian besar terhadap kaum tertindas, termasuk para pengungsi Venezuela yang melarikan diri dari krisis kemanusiaan yang berkepanjangan di tanah air mereka.

Menjabat sebagai Uskup Keuskupan Chiclayo sejak tahun 2015, Prevost terjun langsung dalam pelayanan pastoral yang menyentuh lapisan masyarakat paling rentan. Ketika arus pengungsi dari Venezuela mulai meningkat tajam akibat krisis ekonomi dan politik yang memuncak di bawah rezim Nicolás Maduro, ribuan warga Venezuela mencari perlindungan di negara-negara tetangga, termasuk Peru. Chiclayo, sebagai salah satu kota terbesar di wilayah pesisir utara Peru, menjadi salah satu tempat transit maupun tujuan tinggal para migran tersebut.

Venezuela's President Nicolas Maduro raises a finger as he is surrounded by supporters while speaking during a gathering after the results of the election were released, outside of the Miraflores Palace in Caracas, Venezuela, May 20, 2018. REUTERS/Carlos Garcia RawlinsFoto: REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
Venezuela's President Nicolas Maduro raises a finger as he is surrounded by supporters while speaking during a gathering after the results of the election were released, outside of the Miraflores Palace in Caracas, Venezuela, May 20, 2018. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins

Dilansir dari Reuters dan Catholic News Agency, Uskup Prevost, yang sebelumnya juga pernah menjabat sebagai pemimpin ordo Agustinus, dikenal mengedepankan pendekatan pastoral yang menggabungkan belas kasih, keadilan sosial, dan tindakan konkret.

Dalam berbagai kesempatan, ia menyerukan agar Gereja membuka pintu bagi para pengungsi tanpa memandang status hukum atau latar belakang mereka. Dalam kotbah-kotbahnya, ia kerap menekankan pentingnya "melihat wajah Kristus dalam diri para pendatang yang haus akan keamanan dan martabat."

Meski tidak mencuri sorotan media secara luas, kontribusinya dalam mendukung komunitas pengungsi Venezuela terlihat melalui partisipasi aktifnya dalam program-program Caritas lokal, kerja sama dengan komunitas religius, dan penyediaan bantuan darurat melalui jaringan paroki. Ia juga dikenal mendukung inisiatif dari Konferensi Waligereja Peru yang meluncurkan kampanye bantuan nasional bagi para pengungsi, seperti distribusi makanan, tempat tinggal sementara, serta layanan kesehatan dasar.

Sejumlah pengungsi Venezuela yang menerima bantuan di wilayah Chiclayo mengaku merasakan kehadiran Gereja sebagai tempat perlindungan yang nyata. 

Daftar Paus dengan Jabatan TerlamaFoto: Infografis/ Daftar Paus dengan Jabatan Terlama/ Edward Ricardo
Daftar Paus dengan Jabatan Terlama

Pendekatan Prevost ini tidak hanya menjadi bagian dari tanggung jawab sosial Gereja, tetapi juga mencerminkan teologi yang ia hayati: bahwa Gereja harus hadir di tengah penderitaan, menjadi tangan yang mengulurkan harapan bagi mereka yang terusir dari tanah kelahiran.

Kini, ketika ia menjabat sebagai Paus Leo XIV, jejak kepeduliannya terhadap para migran tetap menjadi bagian dari identitas pastoralnya. Dalam pidato perdananya sebagai Paus, ia menegaskan kembali pentingnya belas kasih dan persatuan dalam dunia yang semakin terpecah oleh konflik, ketidaksetaraan, dan migrasi massal. Pengalaman panjangnya di Peru, termasuk dalam merangkul komunitas pengungsi, menjadi dasar kuat dalam melanjutkan misi kepausan yang mengedepankan martabat manusia dan keadilan sosial.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |