Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom menganggap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa perlu merealisasikan penurunan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), bila ingin memulihkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian mengatakan kenaikan tarif PPN beberapa tahun terakhir, sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terbukti justru menekan aktivitas ekonomi di Indonesia, meskipun diiringi dengan penurunan tarif PPh Badan.
Ia bilang, kondisi ini tergambar dari semakin lemahnya peredaran uang sebelum Purbaya menjabat sebagai menteri keuangan, dan mengeluarkan kebijakan penempatan dana menganggur pemerintah di Bank Indonesia (BI) senilai Rp 200 triliun ke lima bank milik negara pada 12 September 2025.
"Kenaikan PPN bersamaan dengan penurunan PPh Badan memang terlihat pro-pertumbuhan di atas kertas, tapi efek riilnya justru memperlambat sirkulasi uang di bawah. Perusahaan besar menimbun kas karena melihat konsumsi masyarakat melemah. Kapital berputar semakin sempit, rakyat kehilangan daya beli," ucap Fakhrul melalui keterangan tertulis, Rabu (29/10/2025).
Oleh sebab itu, Fakhrul mengaku mendukung rencana pemerintah untuk mengkaji penurunan tarif PPN. Menurutnya, kebijakan ini sebagai langkah awal koreksi moral fiskal. Ia menyarankan, supaya Purbaya merealisasikan keinginan penurunan tarif PPN itu secara bertahap.
"Kita tidak perlu terburu-buru memotong pajak hingga 4%. Cukup satu langkah kecil yang konsisten. Penurunan 1 % PPN di tahun depan bisa menjadi sinyal bahwa negara ingin mengembalikan nafas konsumsi rakyat - fondasi sejati pertumbuhan Indonesia," ujar Fakhrul.
Supaya pemerintah tidak menghadapi penurunan potensi penerimaan negara akibat tarif PPN yang dikerek ke bawah, Fakhrul menyarankan supaya Purbaya mengambil langkah-langkah penguatan penerimaan perpajakan lainnya.
Di antaranya dengan cara penertiban miss-invoicing perdagangan internasional, reformasi cukai rokok dan produk turunan tembakau, dan peningkatan integrasi sistem data lintas kementerian agar kebocoran fiskal bisa ditekan tanpa menambah beban wajib pajak yang sudah patuh.
Selain itu, ia juga kembali menyarankan supaya pemerintah kembali menunda penurunan tarif PPh Badan ke level 20% sebagaimana ketentuan dalam Perppu 1 Tahun 2020 yang telah menurunkan tarif PPh Badan itu dari 25% menjadi 22% untuk tahun-tahun pajak 2020 dan 2021.
"Uang saat ini menumpuk di korporasi yang mendapatkan penurunan PPh badan, sementara kenaikan PPN membunuh daya beli, mengurangi uang yang ada di masyarakat. Sekarang sudah saatnya kita putar balik," ucap Fakhrul.
Ia kembali menegaskan, menurunkan PPN 1% pada tahun depan bukan hanya soal fiskal, tapi soal moral untuk mengembalikan rasa adil di antara pembayar pajak, dan menghidupkan kembali keyakinan bahwa ekonomi Indonesia bisa tumbuh dari bawah ke atas.
"Ini akan menjadi komunikasi yang sangat baik ke masyrakat dan ke pembayar pajak. Penerimaan Negara yang baik adalah ketika rakyat merasakan langsung manfaat dari keberadaan negara bagi kehidupan mereka," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku masih memperhitungkan dengan cermat rencana kebijakan penurunan tarif PPN.
Ia bilang, sebelum menjabat sebagai menteri keuangan rasa percaya diri untuk menurunkan tarif PPN sangat besar, namun ketika menjabat ia baru mengetahui bahwa setiap penurunan tarif PPN 1% akan membuat negara kehilangan sumber pendapatan Rp 70 triliun.
"Begitu jadi menteri keuangan, setiap 1% turun saya kehilangan pendapatan Rp 70 triliun, wah rugi juga nih," kata Purbaya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025)
"Jadi kita pikir-pikir," tegasnya.
Oleh sebab itu, Purbaya mengatakan sebelum menetapkan kebijakan penurunan tarif PPN kelak, dia akan lebih memperhitungkan secara cermat kemampuan pengumpulan perpajakan dari sisi pemerintah.
"Jadi kemampuan kita mengumpulkan tax dan cukai seperti apa sih kalau sistemnya diperbaiki. Jadi saya perbaiki dulu sekarang sampai triwulan dua ke depan, saya bisa ukur itu, sudah di atas kertas," tegasnya.
Bila kemampuan penerimaan pajak sudah terukur melalui perbaikan sistem administrasinya, ia mengaku baru berani menerapkan kebijakan besar terkait penurunan tarif perpajakan.
"Karena dari situ saya bisa ukur sebetulnya, potensi saya berapa sih yang riil, nanti kalau saya turunkan, kurangnya berapa, dampak ke pertumbuhan ekonomi berapa," paparnya.
Kendati demikian, Purbaya mengakui bahwa kebijakan penurunan tarif PPN itu sudah menjadi targetnya sejak awal menjabat sebagai menteri keuangan.
"Itu sudah di atas kertas, sudah direncanakan, tapi saya harus hati-hati, karena saya belum tahu, saya kan dua bulan juga belum (sebagai Menkeu), nanti saya hitung semuanya," ucap Purbaya.
"Jadi walaupun saya sembarangan kayak koboi, saya pelit dan hati-hati, kalau jeblok nanti di atas 3% defisit saya," tegasnya.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kantong Warga RI Sekarat, Ekonom Sarankan PPN Turun Jadi 8%

2 hours ago
5















































