Jakarta, CNBC Indonesia - Para pemanggang kopi di Amerika Serikat (AS) tengah menghadapi krisis pasokan dan kenaikan harga tajam akibat tarif impor 50% yang diberlakukan pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap biji kopi asal Brasil.
Kebijakan yang dianggap bermuatan politik ini memukul rantai pasok kopi global dan membuat pemanggang kopi menguras stok sambil menunggu hasil negosiasi perdagangan antara Washington dan Brasil.
"Masalah tarif ini bukan soal perdagangan, tapi hukuman yang bersifat politis dan personal. Ini antara Trump dan Lula," kata Steven Walter Thomas, pemilik importir Lucatelli Coffee, seperti dikutip Reuters, Jumat (31/10/2025).
"Brasil tidak membayarnya, saya yang membayarnya, saya dan klien saya."
Kopi Brasil selama ini menyumbang sekitar sepertiga konsumsi kopi AS, negara peminum kopi terbesar di dunia. Namun sejak Agustus, harga kopi Brasil anjlok di pasar AS setelah tarif 50% diberlakukan.
Kebijakan ini disebut sebagai bentuk hukuman terhadap pemerintahan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, yang menggantikan Jair Bolsonaro, sekutu dekat Trump yang kini dinyatakan bersalah karena berupaya mengorganisir kudeta.
Akibatnya, industri kopi AS senilai US$340 miliar (sekitar Rp5.440 triliun) terguncang. Importir kehilangan pasokan, pemanggang membayar biaya pembatalan pengiriman, dan konsumen harus merogoh kocek hingga 40% lebih mahal untuk kopi pagi mereka.
Stok Menipis, Alihkan Pasokan ke Kanada
Thomas mengatakan perusahaannya terpaksa mengalihkan sebagian kopi Brasil senilai US$720.000 (sekitar Rp11,5 miliar) ke Kanada untuk menghindari tarif AS. Langkah itu menambah biaya logistik, namun tetap lebih murah ketimbang membayar pajak impor.
"Ini dilema: menunggu kesepakatan perdagangan atau menanggung risiko logistik besar untuk mengalihkan kopi ke luar AS," ujarnya.
Tekanan biaya juga dirasakan jaringan kopi raksasa Starbucks. CEO Cathy Smith mengakui margin perusahaan "menyusut tajam" pada kuartal terakhir akibat lonjakan harga kopi.
Alternatif Mahal dan Inflasi Kopi
Beberapa pemanggang seperti Downeast Coffee Roasters di Rhode Island bahkan terpaksa membatalkan sebagian kontrak pembelian kopi Brasil. Namun biaya pembatalan juga tidak murah, mencapai US$20-25 per kantong 60 kg, atau sekitar Rp320.000-Rp400.000.
"Kami punya stok, tapi cepat habis," kata Michael Kapos, eksekutif Downeast Coffee. "Kami sedang mencari alternatif, tapi harganya jauh lebih tinggi."
Harga kopi dari Kolombia, Meksiko, dan Amerika Tengah naik hingga 10% sejak tarif diberlakukan, sementara harga kopi Brasil justru turun sekitar 5% karena permintaan menurun.
Dampaknya terasa hingga ke konsumen. Harga kopi bubuk dan sangrai di toko-toko AS naik 41% pada September menjadi rata-rata US$9,14 per pon (sekitar Rp146.000/kg), menurut data Biro Statistik Tenaga Kerja AS.
"Saya dulu beli kopi instan seharga US$6 atau US$7, sekarang sudah US$11 (sekitar Rp176.000). Itu pun sudah dibilang murah," kata Yasmin Vazquez, warga New Jersey.
Stok Bisa Kritis Desember
Pedagang memperkirakan stok kopi AS akan turun ke level kritis sekitar Desember, hanya 2,5-3 juta kantong, mendekati batas minimum. Padahal, AS rata-rata mengkonsumsi 25 juta kantong kopi 60 kg per tahun, dengan Brasil biasanya memasok sekitar 8 juta kantong.
Presiden Lula mengaku optimistis perjanjian dagang akan tercapai dalam waktu dekat. "Mungkin lebih cepat daripada yang diperkirakan siapa pun," ujarnya.
Namun Trump menanggapi dingin. "Saya tidak tahu apakah akan ada sesuatu yang terjadi. Kita lihat saja nanti," katanya.
(tfa/sef)
                    
                                                
    [Gambas:Video CNBC]
Next Article Industri Otomotif Dunia Panik, Aksi China Mengundang Malapetaka

 7 hours ago
                                4
                        7 hours ago
                                4
                    
















































