Anggaran Kesehatan Turun, Bagaimana Cara Pemerintah Bikin Warga Sehat?

3 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah ekonom menyoroti kecilnya porsi anggaran sektor kesehatan dalam APBN 2026 yang dinilai belum sebanding dengan kebutuhan layanan dasar. Ketua Indonesia Health Economic Association, Prof. Hasbullah Thabrany, menilai pembiayaan publik kesehatan Indonesia masih tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Thailand dan China.

"Saya lihat anggaran Kemenkes di APBN 2026 hanya sekitar Rp114 triliun dari total belanja negara sekitar Rp3.000 triliun. Kalau digabung dengan JKN, totalnya baru sekitar 1,7% dari PDB, sementara Thailand dan China sudah mencapai 3% dari PDB. Kalau input-nya kurang, outcome-nya pasti jelek. Ini sudah jadi masalah kronis 20 tahun terakhir," ujar Hasbullah dalam Sarasehan 100 Ekonom di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Ia menilai rendahnya tax ratio membuat pemerintah sulit memperjuangkan kenaikan alokasi dana kesehatan, padahal, menurutnya sektor ini menjadi fondasi kualitas SDM dan produktivitas nasional.

Menanggapi hal itu, Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Kesehatan Kemenkes Bayu Teja mengakui bahwa alokasi anggaran memang terbatas. Namun, Kemenkes memastikan dana yang tersedia difokuskan pada program prioritas seperti pembiayaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN, vaksin, pendidikan dokter spesialis, dan cek kesehatan gratis yang baru diluncurkan tahun ini.

"Memang anggaran kita di 2026 sekitar Rp114 triliun. Karena itu, kami fokus pada yang prioritas seperti dana PBI untuk 98,6 juta jiwa masyarakat miskin, penyediaan vaksin dan obat, serta pembiayaan pendidikan dokter spesialis," kata Bayu.

Ia menambahkan, pemerintah juga menyiapkan pendanaan alternatif untuk proyek besar seperti peningkatan rumah sakit kelas D ke kelas C di daerah 3T dan pengadaan alat kesehatan untuk program Kawasan Jasa dan Sistem Unggulan (KJSU) melalui skema pinjaman, hibah, dan dana Badan Layanan Umum (BLU).

"Jadi ada kombinasi dana Rupiah Murni, dana BLU, hibah, dan pinjaman. Itu cara kami menutup celah pendanaan," ujarnya.

Sementara itu, Akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof. dr. Budi Aji, SKM menyoroti tantangan lain seperti rendahnya pemanfaatan data kesehatan nasional yang sudah dikumpulkan lewat berbagai program digital seperti Satu Sehat, ASIK, dan Indonesia Sehat.

"Data sudah sangat besar, tapi belum dimanfaatkan optimal untuk mengukur efektivitas program. Misalnya, bagaimana kita tahu program Makan Bergizi (MBG) benar-benar menurunkan stunting? Ini PR besar," ujarnya.

Ia menekankan pentingnya interoperabilitas sistem data agar puskesmas dan rumah sakit di daerah dapat memanfaatkan informasi secara real time untuk mengambil keputusan medis dan kebijakan.

Sementara itu, penanggap lain, Eri Setiawan, mengingatkan sejak mandatory spending dihapus, tidak ada lagi kewajiban anggaran minimal 5% dari APBN dan 10% dari APBD untuk kesehatan.

"Sekarang sistemnya money follow program, tapi kalau anggarannya dipotong terus, bagaimana bisa memenuhi layanan dasar? Ini kekhawatiran kami," katanya.

Bayu menegaskan perubahan paradigma dari mandatory spending ke money follow program membuat pemerintah lebih fokus pada efektivitas. Kemenkes menghitung efektivitas program.

"Kita hitung dulu programnya efektif atau tidak, berapa unit cost-nya, lalu baru kita anggarkan. Tapi tentu tetap ada diskusi panjang dengan Bappenas, Kemenkeu, dan DPR," ujarnya.

Ia juga bilang, 2026 akan tetap menjadi tahun penting bagi penguatan sistem kesehatan dasar. Fokusnya mencakup peningkatan rumah sakit di daerah 3T, penyediaan alat standar di seluruh puskesmas, peningkatan deteksi TB, serta penanganan empat penyakit katastropik Utama yakni jantung, stroke, kanker, dan gagal ginjal yang menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

"Kalau pencegahannya kuat, pembiayaan JKN juga akan lebih efisien. Kita ingin masyarakat semakin sehat dan sistem pembiayaan tidak terbebani penyakit berat," kata ia.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Menkes: Indonesia Butuh Rp1.300 T untuk Perbaiki Layanan Kesehatan

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |