Jakarta, CNBC Indonesia - Apa jadinya jika Anda memiliki mesin waktu dan kembali ke awal milenium baru, tepatnya 1 Januari 2000, dengan modal di tangan? Saat itu, kurs Dolar AS berada di level Rp 7.300. Jika Anda memiliki modal US$ 10.000, nilainya setara dengan Rp 73.000.000.
Kini, mari kita lakukan simulasi. Dengan uang Rp 73 juta itu, Anda dihadapkan pada dua pilihan investasi global populer yaitu membelinya dalam bentuk emas batangan (Gold) atau menaruhnya di pasar saham Amerika Serikat (indeks S&P 500).
Kajian berikut menjelaskan olahan data pergerakan dua aset ini selama hampir 25 tahun, dari Januari 2000 hingga Oktober 2025. Hasilnya? Siapa pun yang memilih emas tidak hanya menang, tapi menang telak.
Duel Aset Emas vs Saham (Versi Dolar)
Mari kita bedah kinerja murni asetnya dalam mata uang Dolar AS terlebih dahulu. Perlu dicatat, perbandingan ini sangat adil karena simulasi saham menggunakan S&P 500 Total Return (TR), yang artinya semua dividen yang diterima otomatis diinvestasikan kembali.
Berikut adalah hasilnya setelah 25 tahun:
-
Emas: Modal US$ 10.000 meroket nilainya menjadi US$ 126.596,38. Ini adalah total keuntungan sebesar 1.165%.
-
S&P 500 TR: Modal US$ 10.000 'hanya' tumbuh menjadi US$ 77.495,83. Ini adalah total keuntungan 675%.
Dalam Dolar saja, selisihnya sudah sangat jauh. Portofolio investor emas 63,4% lebih besar dari investor saham. Secara compounding (CAGR), emas memberikan imbal hasil 10,4% per tahun, sementara S&P 500 TR hanya 8,3% per tahun.
Jackpot Ganda: Cuan Aset + Cuan Kurs Rupiah
Namun, bagi investor Indonesia yang memegang aset dalam Dolar AS, ceritanya menjadi jauh lebih fantastis. Investor diuntungkan oleh dua mesin sekaligus yaitu kenaikan nilai aset itu sendiri dan depresiasi mata uang Rupiah.
Ingat, modal awal kita adalah Rp 73 juta (kurs Rp 7.300). Kini di Oktober 2025, kurs Rupiah berada di level Rp 16.700 per Dolar AS.
Mari kita hitung berapa nilai pencairan kedua aset tersebut jika dikonversi kembali ke Rupiah hari ini:
-
Portofolio XAU:
Nilai Aset (USD): US$ 126.596,38
Kurs Hari Ini: Rp 16.700
Nilai Cair (Rupiah): Rp 2.113.819.346 (Rp 2,11 Miliar)
-
Portofolio INDEX S&P 500:
Nilai Aset (USD): US$ 77.495,83
Kurs Hari Ini: Rp 16.700
Nilai Cair (Rupiah): Rp 1.294.180.361 (Rp 1,29 Miliar)
Angkanya berbicara jelas. Modal awal Rp 73 juta yang dibelikan emas 25 tahun lalu, kini nilainya meledak menjadi Rp 2,11 Miliar. Ini adalah total keuntungan gabungan (aset + kurs) yang spektakuler, mencapai 2.795% atau hampir 29x lipat.
Sementara itu, modal yang sama di saham S&P 500 'hanya' menjadi Rp 1,29 Miliar (total cuan 1.673% atau nyaris 17x lipat). Selisih akhir antara pemegang emas dan saham di Indonesia mencapai Rp 819 juta!
Tentu saja, perjalanan 25 tahun itu tidak mulus. Kedua aset ini melewati berbagai siklus boom-and-bust, krisis, dan pemulihan. Namun semua nampak mulai tergerus sejak adanya kejadian perubahan skema Bretton Woods oleh Presiden Nixon pada tahun 1971 yang mengakhiri underlying dollar oleh emas.
Untuk melihat bagaimana fluktuasi bulanan membentuk hasil akhir ini, simak perbandingan rinci nilai investasi (dalam Dolar AS) dari tahun ke tahun pada tabel di bawah ini. Jelas terlihat bagaimana emas mulai menyalip S&P 500 secara konsisten pasca-krisis finansial 2008.
Biang Kerok: Mengapa Emas Menang Telak?
Berdasarkan analisis data, penyebab kinerja superior emas selama 25 tahun terakhir terletak pada ketahanan (resilience) di tengah berbagai krisis.
Kinerja jangka panjang S&P 500 terbukti 'lumpuh' dan terbebani oleh tiga periode drawdown (kejatuhan) yang sangat dalam dan brutal:
-
Pecahnya Gelembung Dot-com (2001-2002)
-
Krisis Finansial Global (2008-2009)
-
Gejolak Inflasi & Perang Suku Bunga (2022)
Tiga luka besar ini, meskipun akhirnya mampu pulih, secara signifikan merusak dan memperlambat efek compounding atau bunga berbunganya dari S&P 500.
Di sinilah emas menunjukkan taringnya. Saat pasar saham terbakar, emas justru berpesta. Sebagai aset safe haven paripurna, kinerja emas justru didorong oleh faktor-faktor yang menghancurkan saham yaitu lonjakan inflasi, ketidakpastian kebijakan, volatilitas mata uang, dan tentu saja, aksi borong yang persisten dari bank-bank sentral global.
Bagi investor Indonesia, pelajaran ini sangat berharga. Data membuktikan bahwa memegang aset hard currency seperti Dolar AS (apalagi dalam bentuk emas) adalah strategi 'lindung nilai' yang sempurna terhadap pelemahan Rupiah jangka panjang, sekaligus memberikan keuntungan dari aset itu sendiri.
-
CNBC INDONESIA RESEARCH
(gls/wur)

3 hours ago
5
















































