Daerah di Sulawesi Ini Kaya 'Harta Karun' yang Dicari-cari Dunia

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus memperkuat riset di bidang energi nuklir dan material pendukungnya. Eksplorasi, karakterisasi, serta pengolahan mineral radioaktif menjadi komponen penting dalam mendukung pengembangan energi nuklir di Indonesia.

Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Syaiful Bakhri, menekankan pentingnya penguasaan teknologi siklus bahan bakar nuklir dari hulu hingga hilir. Langkah ini menjadi fondasi penting bagi kemandirian teknologi dan energi Indonesia di masa depan.

"Kita tengah menuju Indonesia dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pada 2030. Kemandirian ini sangat penting. Kita harus tahu di mana sumber mineral uranium dan thorium berada, bagaimana mengelolanya, hingga menjadi bahan baku nuklir, memanfaatkannya di PLTN, sampai mengelola limbahnya," kata Syaiful, dalam Nuclear Talk bertajuk "Menggali Potensi Mineral Radioaktif Berasosiasi dengan Unsur Kritis serta Pengolahannya Menuju Kemandirian Nasional", dikutip Minggu (9/11/2025).

Ia menegaskan riset yang dilakukan BRIN tidak berhenti di laboratorium, tetapi diharapkan terimplementasi secara nyata melalui kolaborasi dengan industri dan akademisi.

"Harapannya, riset teknologi yang kita kuasai dapat diaplikasikan, dan bisa bersinergi dengan industri maupun akademisi. Jadi, ketika PLTN dibangun di Indonesia, kita sudah siap secara teknologi," tambahnya.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Teknologi Bahan Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTBNLR) BRIN, I Gde Sukadana menjelaskan Indonesia berpotensi besar terhadap mineral radioaktif dan unsur kritis yang masih perlu digali lebih dalam. Kondisi geografis dan iklim tropis menjadi faktor alami yang mendukung pembentukan dan pelapukan mineral berharga, seperti thorium dan logam tanah jarang (LTJ).

"Kelembaban tinggi di daerah tropis membuat unsur-unsur yang resisten, seperti thorium dan LTJ, terkayakan di tanah lapuk. Misalnya, di wilayah Mamuju, Sulawesi Barat, terdapat sekitar 800 km² area yang kaya akan LTJ dan mineral radioaktif," paparnya.

Dengan memanfaatkan detektor gamma, para peneliti BRIN mampu memetakan sebaran unsur-unsur seperti uranium, thorium, dan kalium di wilayah tersebut secara akurat.

"Metode analisis yang dimiliki BRIN memungkinkan eksplorasi dilakukan dengan sangat detail, sehingga batuan yang mengandung uranium dan thorium tidak akan terlewatkan," tambahnya.

Peneliti Ahli Madya PRTBNLR BRIN lainnya, Kurnia Setiawan Widana, mengungkapkan mineral monasit menjadi sumber utama LTJ di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa mineral ini, yang banyak dihasilkan dari penambangan timah di Bangka Belitung, mengandung LTJ hingga 56-70%.

Lebih lanjut, ia menjelaskan kolaborasi antara PRTBNLR dan Pusat Riset Teknologi Mineral (PRTM) BRIN dalam proses pengolahan LTJ dan unsur radioaktif lainnya. PRTBNLR berfokus pada penelitian monasit dan kerak timah, sedangkan PRTM meneliti potensi unsur kritis dari fly ash, bottom ash, serta residu penambangan bauksit (red mud).

"Kolaborasi ini telah berhasil mengekstraksi thorium hingga 99 persen kemurniannya. Artinya, thorium kita sudah layak dan siap jika nanti digunakan untuk PLTN," jelas Kurnia.


(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article RI Punya 'Harta Karun' Pembuat Nuklir di Kalimantan

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |