Dunia Ramai-ramai Pangkas Suku Bunga, Nasib RI Ditentukan Hari Ini

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan ini banyak bank sentral di dunia yang telah memutuskan untuk memangkas suku bunga acuannya.

Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia Research, dalam dua bulan terakhir atau sejak Maret 2025 hingga bulan ini, ada setidaknya 16 bank sentral di dunia yang sudah melakukan pemangkasan suku bunga.

Penurunan suku bunga acuan ini terjadi karena kondisi ekonomi yang kian menunjukkan pelemahan. Alhasil bank sentral perlu melakukan langkah untuk menggenjot perekonomian dengan suku bunga yang lebih rendah.

Berikut ini 16 bank sentral dunia yang telah menurunkan suku bunga acuannya.

Dari 16 bank sentral tersebut, dua diantaranya baru saja membabat suku bunganya pada 20 Mei 2025, yakni Australia dan China.

People's Bank of China (PBOC)memangkas suku bunga pinjaman acuannya (Loan Prime Rate/LPR) pada Selasa, seiring menguatnya yuan dan meredanya ketegangan perdagangan yang memberikan ruang bagi pelonggaran moneter guna mendorong pemulihan ekonomi.

  • LPR tenor 1 tahun dipangkas menjadi 3,0% dari sebelumnya 3,1%
  • LPR tenor 5 tahun diturunkan menjadi 3,5% dari 3,6%

Ini adalah pemangkasan suku bunga pertama sejak penurunan sebesar 25 basis poin pada bulan Oktober, mencerminkan langkah Beijing yang semakin agresif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.

Suku bunga LPR yang biasanya diberikan kepada klien terbaik perbankan, dihitung setiap bulan berdasarkan proposal suku bunga dari bank-bank komersial yang ditunjuk dan dikirimkan ke PBOC.

  • LPR 1 tahun memengaruhi pinjaman korporasi dan konsumsi rumah tangga
  • LPR 5 tahun menjadi acuan utama untuk suku bunga KPR (kredit pemilikan rumah)

Langkah pemangkasan LPR ini mengikuti langkah sejumlah bank komersial besar milik negara yang sebelumnya pada Selasa memangkas suku bunga simpanan hingga 25 basis poin guna melindungi margin bunga bersih mereka. Ini membuka jalan bagi penurunan suku bunga kredit oleh PBOC.

Sementara itu, Reserve Bank of Australia (RBA) memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 3,85%, level terendah sejak Mei 2023, karena kekhawatiran terhadap inflasi domestik terus mereda, memberi ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter.

RBA menyatakan bahwa risiko kenaikan inflasi telah berkurang secara substansial, namun ketidakpastian terkait kebijakan perdagangan global masih akan membebani prospek pertumbuhan ekonomi.

Namun, bank sentral memperingatkan bahwa konsumsi rumah tangga kemungkinan akan pulih lebih lambat dari perkiraan, yang dapat menahan pertumbuhan permintaan secara keseluruhan dan memperburuk kondisi pasar tenaga kerja.

Menurut Abhijit Surya, ekonom senior kawasan Asia-Pasifik di Capital Economics, ada peluang besar bahwa RBA akan memangkas suku bunga lebih jauh dibandingkan proyeksi saat ini dalam siklus pelonggaran ini.

Namun, Surya juga berpendapat bahwa RBA kemungkinan melebih-lebihkan dampak negatif dari ketegangan perdagangan global terhadap ekonomi Australia.

Mengukur Peluang Bank Indonesia Turunkan Suku Bunga

Bank Indonesia (BI) pada hari ini (21/5/2025) akan menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang diselenggarakan pada Selasa dan Rabu pekan ini (22-23 April 2025).

Salah satu yang menjadi perhatian yakni suku bunga (BI rate) di tengah ketidakpastian global saat ini. Sebelumnya, BI rate ditahan pada April 2025 di level 5,75%. Hal ini sesuai dengan proyeksi dari berbagai lembaga/institusi.

Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 20 lembaga/institusi secara labil memberikan proyeksi bahwa 50% BI akan menahan suku bunganya di level 5,75%. Sedangkan sisanya atau sebanyak 10 institusi memperkirakan bahwa BI akan menurunkan suku bunganya ke 5,50%.

Kepala ekonom Bank Maybank Indonesia, Juniman, mengatakan perkiraannya bahwa BI akan menurunkan suku bunga di bulan ini karena rupiah yang relatif terjaga dan cenderung menguat.

Selain itu, pelonggaran suku bunga diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi domestik yang saat ini mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat dari 5,02% (yoy) pada kuartal IV 2024 menjadi 4,87% pada kuartal I-2025.

Senada dengan Juniman, Kepala ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengungkapkan selain faktor internal (rupiah menguat, pertumbuhan ekonomi yang melambat, serta inflasi yang tetap terkendali), faktor eksternal yang membaik juga mendorong BI berpeluang menurunkan suku bunganya.

"Termasuk pelonggaran ketegangan perdagangan AS-China dan potensi penurunan suku bunga The Fed, mendorong sentimen positif di pasar keuangan global. Hal ini turut mendorong aliran modal asing masuk ke pasar Indonesia, tercermin dari penguatan nilai tukar rupiah sebesar 0,98% mtd per 16 Mei 2025," kata Josua.

Optimisme ini juga diungkapkan oleh Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray, menyampaikan kondisi rupiah yang menguat sehingga tidak ada alasan BI melihat rupiah tertekan.

"Jadi stance saya melihat situasi ini tepat untuk BI menurunkan suku bunga 25 bps," pangkas Birger.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |