Dunia Was-was Pasokan Tembaga Berkurang, RI Malah Bisa Cuan

5 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga tembaga dunia kini tengah mendekati titik didih baru. Lonjakan harga tembaga akan menguntungkan Indonesia sebagai salah satu produsen terkuat di dunia.

Melansir dari Reuters, Mercuria Energy memproyeksikan kelangkaan pasokan global hingga ratusan ribu ton tahun ini. Ini bukan cuma lonceng alarm bagi industri, tapi juga peluang emas bagi Indonesia negara dengan cadangan tembaga terbesar ke-10 di dunia.

Nicholas Snowdon, analis senior dari Mercuria Energy Trading Group, menyebut pasar tembaga global kini berada dalam kondisi yang "sangat rapuh."

Menurutnya, kekurangan 700.000 ton konsentrat dan 300.000 ton katoda bisa terjadi hanya dalam hitungan bulan. Di tengah gangguan pasokan dan lonjakan permintaan-terutama dari China dan Amerika Serikat-harga tembaga diperkirakan akan kembali memecahkan rekor di semester dua 2025, setelah sempat menyentuh US$11.633 per ton di COMEX pada Maret lalu.

Sinyal panas ini tidak muncul tanpa sebab. Kebutuhan dunia terhadap tembaga kian melejit seiring revolusi energi hijau, kendaraan listrik, solar panel, dan jaringan listrik pintar semua bergantung pada logam konduktor ini.

Data dari BMI, anak usaha Fitch Solutions, memperkirakan kebutuhan tembaga global bisa bertambah 4,2 juta ton hingga akhir 2030, didorong oleh percepatan transisi energi dan meluasnya investasi hijau. Ini yang memicu proyeksi harga bisa naik ke US$15.000 per ton dalam dua tahun ke depan.

Apa untungnya bagi Indonesia? Tidak sedikit. Dengan cadangan tembaga sebesar 24 juta ton logam, Indonesia berpotensi menikmati pesta devisa. Lonjakan harga tembaga bisa berdampak ganda ke Indonesia, yakni kenaikan pendapatan negara dan industri.

Pemerintah bisa mendapatkan lebih banyak pendapatan dari bea keluar  ataupun pajak penghasilan dari produsen tembaga. Perusahaan berbasis tembaga juga akan diuntungkan karena makin banyak permintaan maka kemungkinan investasi dan menambah lapangan kerja terbuka.

Namun, peluang ini hanya bisa dikapitalisasi maksimal jika Indonesia mempercepat pembangunan smelter dan memperluas kapasitas hilirisasi. Saat ini, produksi tambang tembaga RI sebesar 920.000 ton, tapi output refinery-nya baru 300.000 ton.

Ini artinya sebagian besar keuntungan masih dinikmati negara pengolah, bukan produsen mentah. Jika tren harga tembaga terus mendaki, maka strategi hilirisasi akan menentukan seberapa besar kue yang bisa dicicipi Indonesia.

Dalam peta persaingan global, Chile dan China masih menjadi pemain dominan. Tapi dengan momentum harga dan narasi hijau yang kuat, Indonesia punya kesempatan langka untuk naik kelas dari sekadar eksportir ore menjadi pemimpin di industri tembaga berkelanjutan.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |