Hanya Butuh 33 Jam, Ini Konklaf Pemilihan Paus Tercepat dalam Sejarah

5 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia -  Konklaf untuk memilih Paus baru pengganti Paus Fransiskus sudah dimulai kemarin, Rabu (7/5/2025). Tradisi yang sudah berlangsug sejak abad ke-13 ini pernah diwarnai sejumlah momen, termasuk konklaf tercepat pada 1978.

Hingga Rabu malam, konklaf belum sepakat dalam memilih Paus baru yang ditandai dengan keluarnya asap berwarna hitam. 

Asap hitam membubung dari cerobong asap di atas kapel Sistina, Vatikan, Rabu, 7 Mei 2025, sekitar pukul 21:00 waktu setempat atau pukul 02:00 dini hari waktu Indonesia Barat. Asap ini menjadi penanda, belum ada Paus baru yang terpilih dalam pemungutan suara pertama ini.
Sementara itu, di Alun-Alun Santo Petrus, tampak ribuan umat katolik tengah menunggu asap putih mengepul sebagai tanda terpilihnya paus baru. Mereka tengah bersemangat menantikan paus baru yang diutus oleh roh kudus.

Awal mula sistem konklaf modern dapat ditelusuri ke abad ke-13. Pada tahun 1268 atau 757 tahun lalu, setelah wafatnya Paus Klemens IV, para kardinal mengalami kebuntuan selama hampir tiga tahun dalam memilih pengganti. Paus Klemens adalah paus yang terpilih dengan proses konklaf paling lama yakni 1.006 hari.

Sebaliknya, conclave tercepat tercatat pada tahun 1503, ketika Paus Julius II terpilih hanya dalam hitungan jam setelah masa tunggu 10 hari usai wafatnya Paus sebelumnya.

Namun, dalam sejarah modern. Paus Yohanes Paulus I adalah Paus dengan proses pemilihan tercepat.

Pada tahun 1978, dunia Katolik disuguhi sebuah momen yang sangat jarang terjadi dalam sejarah pemilihan Paus, ketika konklaf yang berlangsung hanya dalam waktu 33 jam berhasil memilih Paus Yohanes Paulus I, menjadikannya konklaf tercepat dalam sejarah Gereja Katolik di era modern.

Kejadian ini menandai sebuah peristiwa yang tak hanya mencatatkan nama Paus Yohanes Paulus I sebagai pemimpin Gereja, tetapi juga menggambarkan bagaimana kesatuan dan konsensus dapat tercapai dengan sangat cepat di tengah situasi yang mendesak.

Konklaf 1978 dimulai setelah meninggalnya Paus Paulus VI pada tanggal 6 Agustus 1978, meninggalkan sebuah kekosongan yang harus segera diisi. Ketika Paus Paulus VI wafat, Gereja Katolik menghadapi tantangan besar dalam memilih seorang pemimpin yang dapat mengatasi berbagai isu internal yang tengah berkembang, sekaligus memimpin umat Katolik di seluruh dunia.

Para kardinal yang berkumpul di Vatikan untuk memilih Paus baru tidak memerlukan waktu lama untuk mencapai kesepakatan.

Dengan segera, mereka menemukan figur yang dianggap tepat untuk menggantikan Paus Paulus VI. Albino Luciani, yang saat itu menjabat sebagai Uskup Agung Venice, terpilih menjadi Paus Yohanes Paulus I. Proses pemilihan ini berlangsung secara mengejutkan cepat, hanya dalam 33 jam, sebuah waktu yang sangat singkat dibandingkan dengan konklaf-konklaf sebelumnya yang sering memakan waktu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu.

Konsensus Cepat di Kalangan Kardinal

Kecepatan konklaf 1978 mencerminkan kesepakatan yang luar biasa cepat di antara para kardinal. Beberapa faktor yang memungkinkan tercapainya konsensus dalam waktu singkat adalah kesamaan pandangan mengenai figur yang cocok untuk memimpin Gereja Katolik pada masa itu. Paus Yohanes Paulus I, dengan kebijaksanaan dan pendekatannya yang moderat, dianggap sebagai sosok yang dapat meredakan ketegangan internal Gereja dan memperkenalkan pendekatan yang lebih terbuka dan humanis terhadap tantangan zaman.

Konklaf untuk pemilihan Paus di Kapel Sistina, Vatikan, Rabu (7/5/2025) waktu setempat. (Vatican Media/Handout via REUTERS)Foto: Konklaf untuk pemilihan Paus di Kapel Sistina, Vatikan, Rabu (7/5/2025) waktu setempat. (Vatican Media/Handout via REUTERS)
Konklaf untuk pemilihan Paus di Kapel Sistina, Vatikan, Rabu (7/5/2025) waktu setempat. (Vatican Media/Handout via REUTERS)

Banyak kardinal yang menganggapnya sebagai figur yang mampu menjaga kesinambungan ajaran Gereja Katolik tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional. Namun, meskipun sangat dihormati, Paus Yohanes Paulus I tidak memiliki waktu yang lama untuk membuktikan visinya.

Paus Yohanes Paulus I: Kepemimpinan yang Singkat

Setelah terpilih pada 26 Agustus 1978, Paus Yohanes Paulus I memulai masa kepemimpinannya yang hanya bertahan selama 33 hari. Meski masa kepemimpinannya sangat singkat, beliau meninggalkan warisan penting dengan gaya kepemimpinan yang penuh dengan kesederhanaan, keramahan, dan perhatian terhadap umat kecil. Sebagai Paus, beliau dikenal karena kemampuannya menghubungkan umat Katolik dengan ajaran Gereja melalui pendekatan yang lebih personal dan bersahabat.

Namun, pada tanggal 28 September 1978, Paus Yohanes Paulus I ditemukan meninggal dunia di kamar tidurnya secara mendadak, sebuah peristiwa yang mengejutkan dunia Katolik dan menyisakan banyak pertanyaan. Sebagian orang meragukan penyebab kematiannya, namun hingga kini, misteri kematiannya tetap belum terungkap secara pasti. Kematian Paus Yohanes Paulus I yang begitu mendalam meninggalkan rasa kehilangan di kalangan umat Katolik, yang hanya sempat mengenal beliau selama waktu yang begitu singkat.

Pilihannya yang Cepat dan Dampaknya

Konklaf yang berlangsung selama 33 jam ini menjadi sorotan karena menunjukkan bahwa meskipun Gereja Katolik memiliki banyak perbedaan pandangan, mereka bisa mencapai keputusan bersama dengan cepat ketika dibutuhkan. Keputusan yang diambil dengan cepat pada tahun 1978, meskipun akhirnya Paus Yohanes Paulus I tidak lama memimpin, tetap dikenang sebagai sebuah contoh kesatuan dan efisiensi dalam memilih pemimpin spiritual.

Setelah kematian Paus Yohanes Paulus I, Konklaf 1978 kembali dipanggil untuk memilih penerusnya. Paus Yohanes Paulus II, seorang Paus asal Polandia, terpilih pada 16 Oktober 1978, dan ia akan memimpin Gereja Katolik selama hampir 27 tahun, menjadikannya salah satu Paus paling terkenal dalam sejarah Gereja.

Konklaf 1978: Sebuah Momen Bersejarah dalam Gereja Katolik

Konklaf 1978 tidak hanya menandai pemilihan Paus Yohanes Paulus I dengan cepat, tetapi juga menjadi salah satu titik penting dalam sejarah Gereja Katolik yang penuh dengan perubahan. Waktu yang singkat yang dibutuhkan untuk memilih seorang Paus menunjukkan bahwa dalam momen krisis, Gereja Katolik dapat bersatu untuk memilih pemimpin yang diharapkan dapat membawa umat menuju masa depan yang lebih baik.

Sementara Paus Yohanes Paulus I hanya memimpin dalam waktu yang sangat singkat, warisan dan kenangan akan kepemimpinannya tetap hidup di hati banyak orang. Dan dengan cepatnya konklaf tersebut, Gereja Katolik menunjukkan bahwa mereka mampu untuk tetap berpadu, memilih pemimpin mereka, dan terus maju meskipun melalui masa-masa penuh tantangan.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |