Harga Timah Ilegal Justru Lebih Mahal, Ini Biang Keroknya

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka-bukaan, bahwa harga timah ilegal justru lebih tinggi dibandingkan dari harga resmi yang dibeli oleh PT Timah Tbk (TINS). Penyebabnya, para pelaku tambang ilegal tidak dibebani kewajiban pajak, royalti, maupun biaya lain, tidak seperti yang menjadi kewajiban perusahaan resmi.

Akibatnya, negara justru tak mendapat apa-apa dari aktivitas tambang yang marak terjadi khususnya di wilayah Bangka Belitung (Babel).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum) Kementerian ESDM Rilke Jeffri Huwae mengatakan bahwa fenomena tersebut memang sudah lama terjadi. Maraknya praktik ilegal di wilayah Babel membuat negara tidak mendapatkan manfaat dari aktivitas sektor pertambangan.

"Memang di lapangan itu tidak bisa dipungkiri harga yang tidak resmi itu lebih tinggi dibanding harga (dari) PT Timah. Kenapa? Karena ada pajak, royalti yang tidak dibayarkan oleh pelaku tambang. Tapi kan negara tidak dapat apa-apa tuh," jelasnya dalam acara Coffee Morning CNBC Indonesia bertema "Kupas Tuntas Cara Prabowo Benahi Tata Kelola Demi Tambang Berkelanjutan, dikutip Senin (27/10/2025).

Belum lagi, praktik tambang ilegal di Bangka dinilai sudah berakar pada budaya, alias bukan sekadar tindak kejahatan. Karena itu, pihaknya bukan hanya menutup, tapi juga menata agar masyarakat bisa menambang secara legal.

"Tambang ilegal bukan hanya sekedar kejahatan saja tapi budaya. Ini terjadi di Bangka. Saya tahu persis bahwa tambang timah itu berakar pada akar budaya. Kalau akar budaya ini tidak diberi legitimasi maka masyarakat akan melihat ini sebagai kejahatan," imbuhnya.

Kendati demikian, pemerintah tengah menyiapkan skema Harga Patokan Mineral (HPM) timah. Dengan skema itu, negara tetap mendapatkan bagian dari aktivitas tambang, sekaligus masyarakat umum yang selama ini menambang secara tradisional juga bisa menikmati hasilnya.

"Untuk merespons itu kita akan bikin HPM-nya supaya negara dapat, rakyat dapat. Kalau di luar ini dia harga tinggi, kita sekarang mau bikin tambang ini dapat dimanfaatkan untuk negara, bukan hanya buat mereka di luar," tandasnya.

Sebelumnya, PT Timah Tbk (TINS) mengungkapkan bahwa aktivitas tambang timah ilegal di Bangka Belitung semakin meresahkan. Selain mengancam lingkungan, kegiatan ini membuat perusahaan kalah saing.

Direktur Utama PT Timah Restu Widiyantoro menjelaskan perbedaan biaya operasional menjadi faktor utama yang membuat perusahaan kalah saing.

Sebab, selama ini perusahaan harus menanggung biaya seperti pembayaran pajak, royalti, hingga reklamasi pasca tambang. Sementara penambang ilegal beroperasi tanpa kewajiban tersebut.

"Selama ini kami kalah dalam penentuan harga. Karena pihak lain itu tidak harus membayar royalti, tidak harus membayar jasa reklamasi dan sebagainya," kata dia dalam RDP bersama Komisi VI dikutip Rabu (24/9/2025).

Menurut Restu, berdasarkan hasil perhitungan biaya dari seluruh jenis tambang, mulai dari tambang darat, tambang kecil, hingga PIP PT Timah menetapkan patokan harga sebesar Rp 250 ribu per kilogram.

Namun demikian, harga tersebut merupakan acuan internal perusahaan. Pasalnya, hingga saat ini pemerintah belum memiliki harga patokan timah seperti yang sudah berlaku di batu bara.

"Sehingga kami merencanakan harga yang kami tentukan ini nanti secara periodik untuk secepatnya kami evaluasi. Mungkin per dua minggu atau per tiga minggu. Setiap ada kesempatan, ada perubahan harga di pasar dan sebagainya, kami akan naikkan. Tetapi pada saat ini yang bisa kami jadikan patokan adalah ini harga PT Timah," katanya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Prabowo Sebut Ada 1.000 Tambang Timah Ilegal di Bangka Belitung

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |