IHSG Terbiasa Bangkit Ganas Usai Tumbang, 10 Saham Ini Bisa Terbang

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Perjalanan pasar saham Senin kemarin bukanlah awal yang baik untuk memulai pekan ini, namun bukan berarti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak memiliki peluang untuk rebound di sepekan ini.

Pada perdagangan Senin (27/10/2025), IHSG ditutup ambles 1,87% di level 8.117,15. Pada perdagangan intraday, IHSG sempat turun hingga 3,70% di level 7.965,47 sebelum akhirnya berhasil ditarik pada sesi II ke level psikologis 8.100.

Pada perdagangan kemarin transaksi dapat dikatakan cukup ramai mencapai Rp29,71 triliun.

Meskipun IHSG berakhir di zona pelemahan, namun terpantau pembelian asing masih lebih banyak, di mana tercatat foreign buy mencapai Rp8,09 triliun, sementara foreign sell Rp7,75 triliun, sehingga masih tercatat net buy asing sebesar Rp341,06 miliar. Net buy di semua pasar mencapai Rp 1,2 triliun.

Hal ini memberikan peluang IHSG akan rebound hari ini usai kembali masuknya asing pada sesi II saat IHSG kembali ditarik dari level dibawah 8.000 hingga ke level psikologis 8.100.

Penurunan IHSG kemarin usai penyesuaian perhitungan float Indonesia oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI).

Namun penurunan IHSG kemarin bukanlah disebabkan oleh penurunan ekonomi Tanah Air, hanya didorong oleh sentimen global sementara yang kini juga masih abu-abu, sehingga peluang rebound IHSG lebih besar. Melihat track record IHSG saat penurunan karena sentimen sementara, esoknya bisa kembali rebound.

Saat IHSG rebound, biasanya saham-saham yang masuk dalam jajaran big caps adalah saham yang kenaikannya paling signifikan yang didorong oleh kembalinya investor asing.

Berikut beberapa emiten big caps yang masuk dalam Top Frequency Stock yang berpeluang rebound kencang pada perdagangan hari ini jika IHSG kembali rebound. Mulai dari saham-saham perbankan hingga konglomerat.

Diketahui kejatuhan IHSG pada perdagangan kemarin usai kabar MSCI tengah mengkaji ulang cara menghitung free float (saham yang beredar dan bisa diperdagangkan publik) untuk perusahaan-perusahaan Indonesia yang menjadi bagian dari indeks mereka. MSCI membuka konsultasi dan akan menerima masukan dari pelaku pasar hingga 31 Desember 2025, lalu hasilnya akan diumumkan paling lambat 30 Januari 2026.

Untuk saham yang sudah termasuk indeks IMI (MSCI Indonesia Investable Market Index), penyesuaian akan diterapkan saat review Mei 2026. Untuk saham yang belum termasuk IMI, aturan baru bisa langsung diberlakukan sebelum review Mei 2026 untuk menghindari perubahan besar yang mendadak (reverse turnover).

MSCI mengusulkan dua pendekatan baru, dan akan memilih yang lebih rendah nilainya (lebih konservatif).

Pertama, pendekatan 1, berdasarkan data kepemilikan yang diungkapkan oleh perusahaan (laporan tahunan, pengajuan resmi, dan siaran pers), serta data dari KSEI (lembaga kliring Indonesia). Dalam pendekatan ini, saham-saham yang tercatat sebagai Scrip (tidak jelas kepemilikannya di data KSEI), dan dimiliki oleh korporasi atau kategori lainnya, akan dianggap bukan free float.

Pendekatan 2, menggunakan data KSEI, dengan menganggap hanya saham Scrip dan saham milik korporasi sebagai non-free float.

Mulai review Mei 2026, MSCI juga akan mengubah cara mereka membulatkan angka free float:

• High float (>25%) dibulatkan ke kelipatan 2,5% terdekat
• Low float (5-25%) dibulatkan ke kelipatan 0,5% terdekat
• Very low float (

Dampaknya bagi Indonesia, karena banyak perusahaan Indonesia memiliki kepemilikan besar oleh korporasi atau kelompok tertentu (bukan publik), aturan baru ini bisa menurunkan nilai free float mereka. Akibatnya, porsi saham Indonesia dalam indeks MSCI bisa turun, yang berpotensi menyebabkan arus keluar modal asing (capital outflow).

Selain itu, selama ini beberapa saham Indonesia diuntungkan dari aturan pembulatan lama, sehingga jika aturan baru diterapkan, mereka bisa kehilangan posisi di indeks.

Dan saham yang paling berisiko dikeluarkan dari indeks (urut dari risiko tertinggi) yakni CUAN, ICBP, KLBF, dan INDF.

Berikut simulasi dampak float Indonesia.

MSCIFoto: MSCI

Tabel diatas mengilustrasikan efek terdampak dengan mempertimbangkan metodologi yang diusulkan (Saham Scrip alias saham yang tidak diungkapkan dalam laporan KSEI), Korporasi (lokal dan asing), dan Lainnya (lokal dan asing) sebagai non-free float) dan dengan mempertimbangkan metodologi pembulatan float baru untuk efek MSCI Indonesia. Dimana omzet satu arah untuk MSCI Indonesia adalah 13%.

Kemudian tabel selanjutnya adalah mengilustrasikan efek terdampak dengan mempertimbangkan metodologi alternatif (hanya Saham Scrip dan Korporasi (lokal dan asing) sebagai non-free float) dan dengan mempertimbangkan metodologi pembulatan float baru untuk efek MSCI Indonesia. Dimana omzet satu arah untuk MSCI Indonesia adalah 5%.

MSCIFoto: MSCI


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |