Heboh Aqua Pakai Sumur Bor Air Tanah, Ternyata Ini Syaratnya

2 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat bicara mengenai polemik sumber air yang digunakan oleh produsen air minum dalam kemasan (AMDK) Aqua. Terutama, yang menggunakan air dari sumur bor, bukan air permukaan.

Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menjelaskan bahwa seluruh kegiatan pengambilan air tanah, termasuk yang dilakukan oleh perusahaan air minum dalam kemasan, sejatinya sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Izin Pengusahaan Air Tanah dan Persetujuan Air Tanah.

"Jadi, untuk proses perizinannya sudah didetailkan di dalam Permen (Peraturan Menteri ESDM) dan implementasinya di Badan Geologi," kata Yuliot di Kementerian ESDM, dikutip Selasa (28/10/2025).

Menurut dia, pihaknya memberikan izin pengambilan air tanah setelah proses evaluasi teknis terhadap kondisi lingkungan sekitar dilakukan. Adapun, apabila ditemukan pelanggaran izin, maka pihaknya siap melakukan perbaikan.

Sebagaimana diketahui, proses produksi di pabrik produsen air merek Aqua di Subang membuat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkejut. Pasalnya, air yang digunakan untuk produksi diambil dari sumur bor, bukan dari mata air di permukaan Bumi.

Kebingungan Dedi juga dialami oleh banyak warga RI. Mereka terbiasa mendengar bahwa air mineral Aqua berasal dari mata air pegunungan. Faktanya, industri air minum dalam kemasan (AMDK) mengambil air dari bawah tanah.

Lantas, bagaimana syarat dan aturan resminya?

Dalam Bab II Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Izin Pengusahaan Air Tanah dan Persetujuan Air Tanah, dijelaskan secara rinci bahwa penggunaan air tanah dibedakan menjadi dua kategori, yakni untuk kegiatan usaha dan bukan kegiatan usaha.

Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 2, yang berbunyi: Penggunaan Sumber Daya Air pada Air Tanah digunakan untuk:

a. kegiatan usaha; dan

b. bukan kegiatan usaha.

Artinya, penggunaan air tanah untuk kegiatan usaha seperti industri AMDK, harus dilakukan setelah memiliki Izin Pengusahaan Air Tanah. Sementara, penggunaan air tanah untuk bukan kegiatan usaha (misalnya untuk kebutuhan rumah tangga atau sosial) dilakukan setelah memiliki Persetujuan Penggunaan Air Tanah.

Kewenangan penerbitan izin dan persetujuan disesuaikan dengan lokasi cekungan air tanah, yaitu Menteri ESDM, untuk air tanah di wilayah lintas negara, lintas provinsi, atau strategis nasional. Sementara, Gubernur untuk wilayah lintas kabupaten/kota dan Bupati/Wali Kota untuk wilayah dalam satu kabupaten/kota.

Sementara itu, pada Pasal 3 menyebutkan bahwa izin pengusahaan air tanah dan persetujuan penggunaan air tanah diberikan dengan mempertimbangkan kondisi air tanah yang tercantum dalam Zona Konservasi Air Tanah.

Adapun, zona konservasi ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu zona perlindungan air tanah yang berada di daerah imbuhan air tanah, serta zona pemanfaatan air tanah yang terdiri atas zona aman, zona rawan, zona kritis, dan zona rusak.

Zona Konservasi Air Tanah ditetapkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Apabila zona konservasi tersebut belum ditetapkan, maka pengendalian dan pembatasan penggunaan air tanah dilakukan dengan mengacu pada data hidrogeologi lainnya.

Data hidrogeologi yang dimaksud merupakan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya, dan mencakup dua jenis akuifer, yaitu akuifer tertekan dan akuifer tidak tertekan.

Pada Pasal 5 juga diatur terkait sektor apa saja yang bisa mengajukan permohonan Izin Pengusahaan Air Tanah, antara lain sebagai berikut:

a. Pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, dan perikanan

b. Industri dan kawasan industri

c. Pariwisata, kawasa pariwisata, dan jasa lainnya

d. Kesehatan

e. Pendidikan

f. Infrastruktur dan transportasi, atau

g. Perumahan, perkantoran, dan kawasan komersial.

Pada ayat (2) Pasal 5 ini diatur bahwa "Pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang merupakan perusahaan industri yang berlokasi di dalam kawasan industri harus memelihara daya dukung lingkungan di sekitar kawasan industri termasuk tidak melakukan pengambilan Air Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Lalu, pada Pasal 6 dirinci bahwa setidaknya ada beberapa kriteria penggunaan air tanah yang tidak memerlukan izin, di antaranya yakni pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari kurang dari 100 meter kubik per bulan per kepala keluarga.

Kemudian, instansi pemerintah, rumah ibadah, pertanian rakyat yang bukan merupakan kegiatan usaha, dan pemanfaatan air ikutan dan/atau dewatering kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan, minyak dan gas bumi, atau panas bumi.

Sedangkan untuk penggunaan air tanah yang memerlukan izin di antaranya yakni penggunaan air tanah dengan paling sedikit 100 meter kubik per bulan per kepala keluarga, atau penggunaan air secara berkelompok dengan ketentuan lebih dari 100 meter kubik per bulan per kelompok.

Selain untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari perizinan juga diperuntukkan bagi wisata atau olahraga air yang dikelola untuk kepentingan umum atau kegiatan bukan usaha.

Kemudian, pemanfaatan air tanah untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, pendidikan, dan/atau kesehatan milik pemerintah. Lalu penggunaan air tanah untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial (yang dimohonkan oleh Badan Usaha), kegiatan Dewatering infrastruktur sipil, atau pembangunan sumur imbuhan atau sumur pantau.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Ini Bahayanya Air Tanah Dieksploitasi Besar-besaran

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |