Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pendapatan dari pabrik petrokimia terbesar di Asia Tenggara (ASEAN), milik PT Lotte Chemical Indonesia (LCI), di Banten mencapai US$ 2 miliar setara Rp 33,41 triliun per tahun.
Angka tersebut juga mencerminkan besarnya potensi ekonomi dari proyek kolaborasi antara Indonesia dan Korea Selatan tersebut. "Total nilainya, revenue-nya, jualannya per tahun itu US$ 2 miliar. Jadi US$ 1,4-1,5 miliar (untuk domestik) di sini, sisanya kita ekspor," ujarnya dalam acara peresmian pabrik LCI, Banten, Kamis (6/11/2025).
Pabrik itu sendiri nantinya akan memproduksi 15 jenis produk utama seperti etilena, propilena, dan turunannya yang menjadi bahan baku penting industri medis, karet sintetis, kabel listrik, hingga ban kendaraan. Produk-produk tersebut akan memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus memperkuat ekspor Indonesia.
"Dengan pabrik ini kita tidak lagi mengimpor secara besar-besaran seperti tahun sebelumnya. 70% adalah substitusi impor, 30% kita ekspor," katanya.
Menurut Bahlil, langkah tersebut merupakan wujud nyata dari arah kebijakan hilirisasi yang digencarkan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Pabrik tersebut juga dinilai menjadi tonggak baru dalam sejarah industri petrokimia Indonesia.
"Setelah di jamannya Pak Harto, di jaman Orde Baru tidak pernah lagi kita mengerjakan proyek sebesar ini. 30 tahun kemudian Presidennya Bapak Prabowo baru kemudian kita mampu eksekusi untuk mengerjakan proyek yang sama di Republik ini," tambahnya.
Tantangan
Bahlil juga menceritakan sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah, terutama dalam proses pembangunan proyek hilirisasi minyak dan gas bumi (migas) itu.
Bahlil menjelaskan salah satu hambatan terbesar dalam pembangunan pabrik tersebut adalah persoalan pembebasan lahan di kawasan proyek.
"Saya ingin laporkan proyek ini waktu kita memulai minta ampun sulitnya. Jadi di tengah tengah kawasan ini ada tanah 2,3 hektar yang dimiliki oleh orang lain kemudian waktu itu kami selesaikan lewat satgas hilir tapi terkendala covid," bebernya.
Menurut dia, pandemi Covid-19 yang melanda sejak 2020 hingga 2022 membuat proses penyelesaian lahan dan konstruksi proyek tertunda cukup lama. Namun demikian, ia memuji komitmen Lotte Chemical Indonesia yang tetap melanjutkan proyek tersebut.
"Covid menghantam kita dari 2020 sampai 2022, itu betul betul Lotte punya komitmen luar biasa. Di 2024 proyek ini baru capai 60-65%," kata Bahlil.
Namun begitu, dirinya dilantik sebagai Menteri ESDM dan Rosan Roeslani sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi, mereka berdua langsung mengebut apa yang diperintahkan Prabowo.
"Kami masih ingat bapak perintahkan agar proyek yang sudah jalan harus cepat selesai gak boleh lama dan hari ini pertanggungjawaban kami untuk proyek yang hari ini kita resmikan," kata Bahlil.
Profil pabrik LCI
Sebagaimana diketahui, pabrik ini dinilai menjadi salah satu investasi petrokimia terbesar di kawasan Asia Tenggara, serta merupakan kompleks Naphtha Cracker pertama di Indonesia dalam 30 tahun terakhir.
Kelak, jika pabrik ini beroperasi penuh, akan menghasilkan produk hilirisasi minyak dan gas bumi (migas) senilai US$ 2 miliar/tahun. Di mana US$ 1,4 miliar merupakan substitusi impor dan US$ 600 juta berkontribusi pada peningkatan ekspor nasional.
Di pabrik ini, bahan baku berupa Naphta (3,200kTA) (LPG 0~50%) menjadi Produk Hulu dan Produk Hilir. Adapun produk hulu berupa Ethylene (1,000kTA), Propylene (520kTA), Mixed C4 (320kTA), Pyrolysis Gasoline (675kTA), Pyrolisis Fuel Oil (26kTA), dan Hydrogen (45kTA), serta produk hilir berupa High Density Poly Ethylene (250kTA), Linear Low Density Poly Ethylene (200kTA), Poly Propylene (350kTA), Butadine (140kTA), Raffinate (180kTA), Benzene, Toluene, Xylene (400kTA).
Produk-produk tersebut akan menjadi bahan baku penting pembuatan botol plastik, kabel, bumper mobil, peralatan medis, ban, karet sintesis, pembasmi serangga, dan cat.
Proyek ini memberikan kontribusi bagi Indonesia, di antaranya:
a. Mengurangi ketergantungan impor produk petrokimia, di mana saat ini lebih dari 50 persen kebutuhan nasional masih dipenuhi dari luar negeri.
b. Menciptakan lapangan kerja bagi sekitar 40 ribu tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung, selama tahap konstruksi dan operasional.
c. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia lokal, melalui transfer teknologi dan pelatihan tenaga kerja.
d. Mendorong tumbuhnya industri hilir, yang akan menghasilkan produk bernilai tambah tinggi seperti plastik, serat sintetis, dan berbagai komponen industri manufaktur.
e. Memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar melalui pemberdayaan masyarakat, peningkatan infrastruktur lokal, dan program tanggung jawab sosial perusahaan.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Industri Plastik Nasional Terhimpit Impor dan Dumping

2 hours ago
2

















































