Israel Buka 'Gerbang Neraka' di Gaza, Rumah Sakit Kolaps

8 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah serangan udara dan darat Israel yang makin masif dan mematikan di Jalur Gaza, negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas kembali dilanjutkan pada Sabtu (17/5/2025) di Doha, Qatar. Namun, pembicaraan diplomatik ini berlangsung di bawah bayang-bayang kekerasan brutal selama 72 jam terakhir yang telah menewaskan ratusan warga sipil dan menyebabkan situasi kemanusiaan yang memburuk drastis.

Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, sedikitnya 146 orang tewas hanya pada Sabtu, menjadikan gelombang serangan terbaru ini salah satu yang paling mematikan sejak runtuhnya gencatan senjata pada Maret. Jumlah korban luka mencapai 459 orang, dan ratusan lainnya diyakini masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan.

"Sejak tengah malam, kami telah menerima 58 jenazah. Sementara itu, banyak korban lainnya masih berada di bawah puing-puing. Situasi di dalam rumah sakit sangatlah bencana," ujar Marwan Al-Sultan, kepala Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara, dalam pernyataannya di platform X, dikutip dari Reuters, Minggu (18/5/2025).

Serangan militer ini merupakan bagian dari operasi baru Israel yang dinamai "Operation Gideon's Chariots", yang bertujuan merebut lebih banyak wilayah di Gaza. Operasi tersebut diumumkan usai kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Timur Tengah awal pekan ini.

Tentara Israel telah mengerahkan tank-tank besar di pinggiran Jalur Gaza, dan pasukan dikerahkan untuk mencapai "penguasaan operasional" atas wilayah-wilayah strategis. Wilayah utara Gaza seperti Beit Lahiya, Kamp Pengungsi Jabalia, dan Khan Younis menjadi target utama serangan pada Sabtu.

"Mereka membombardir rumah-rumah, dan warga ketakutan. Apa yang harus kami lakukan?" kata Imad Naseer (50) yang mengungsi dari rumahnya sambil mendorong harta bendanya di atas gerobak. "Mereka memperlakukan kami seolah-olah kami bukan manusia, melainkan binatang."

Israel telah menghentikan semua pasokan ke Gaza sejak awal Maret, memicu kekhawatiran internasional terkait kelaparan massal di wilayah yang dihuni 2,3 juta orang tersebut.

Negosiasi Tanpa Syarat di Doha

Meskipun eskalasi militer terus berlangsung, putaran baru pembicaraan tidak langsung dimulai di ibu kota Qatar, menurut pernyataan dari Hamas dan pemerintah Israel. Taher Al-Nono, penasihat media kepemimpinan Hamas, menyatakan bahwa negosiasi berlangsung "tanpa prasyarat" dan membahas semua isu utama.

"Delegasi Hamas menyampaikan posisi kelompok: perlunya mengakhiri perang, pertukaran tahanan, penarikan pasukan Israel dari Gaza, serta masuknya bantuan kemanusiaan dan kebutuhan pokok rakyat Gaza," jelas Al-Nono kepada Reuters.

Di sisi lain, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengonfirmasi bahwa negosiasi untuk pembebasan sandera Israel juga telah dimulai di Doha, tetapi Israel tidak memberikan konsesi berupa gencatan senjata atau pelonggaran blokade sebagai syarat awal.

Menurut para pakar PBB, wilayah Gaza kini di ambang bencana kelaparan lebih dari dua bulan setelah Israel menghentikan semua pengiriman bantuan. Kepala bantuan PBB Tom Fletcher bahkan mengangkat isu ini ke Dewan Keamanan dan mempertanyakan apakah lembaga itu akan bertindak untuk "mencegah genosida."

Trump sendiri mengakui kondisi ini pada Jumat lalu. "Banyak orang kelaparan di Gaza," katanya.

Meskipun begitu, Israel mengeklaim bahwa bantuan pangan yang dikirim selama 6 minggu gencatan senjata awal tahun ini cukup untuk mencegah kelaparan, dan menuduh Hamas sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penderitaan warga sipil karena "beroperasi di tengah masyarakat" dan "menyalahgunakan bantuan", tuduhan yang dibantah oleh Hamas.

Sementara itu, sebuah yayasan yang didukung AS berencana mendistribusikan bantuan ke Gaza pada akhir Mei dengan menggunakan jasa perusahaan logistik dan keamanan swasta asal AS. Namun, PBB menolak bekerja sama dengan mereka karena menganggap pihak swasta tersebut tidak netral.

Usulan Relokasi

Dalam KTT Liga Arab di Baghdad, Presiden Mesir Abdel-Fatah al-Sisi mengecam tindakan Israel yang disebutnya bertujuan "melenyapkan dan memusnahkan rakyat Palestina serta mengakhiri eksistensi mereka di Jalur Gaza."

Pada saat yang sama, laporan NBC News menyebutkan bahwa pemerintahan Trump sedang mengerjakan rencana kontroversial untuk merelokasi hingga satu juta warga Palestina dari Gaza ke Libya secara permanen.

Seluruh kelompok politik Palestina telah menolak keras rencana tersebut, menyebutnya sebagai bentuk pembersihan etnis terselubung.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, perang yang telah berlangsung selama 19 bulan ini telah menewaskan lebih dari 53.000 orang, serta menyebabkan hampir seluruh penduduk kehilangan tempat tinggal.

Rumah sakit, termasuk fasilitas yang didukung oleh internasional seperti Rumah Sakit Indonesia, telah berulang kali menjadi sasaran serangan.

Israel menyatakan tujuannya adalah untuk menghapus kapabilitas militer dan pemerintahan Hamas, yang disebutnya sebagai dalang serangan pada 7 Oktober 2023, di mana sekitar 1.200 orang Israel tewas dan 250 lainnya disandera.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada 5 Mei lalu menegaskan bahwa serangan militer akan diperluas dan kabinet keamanannya telah menyetujui rencana yang bisa mencakup pendudukan penuh Jalur Gaza serta pengawasan ketat atas distribusi bantuan.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Siap Menyerang! Tentara Israel Usir Warga Palestina Dari Gaza

Next Article Trump Pertimbangkan Indonesia Jadi Tujuan Relokasi 2 Juta Warga Gaza

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |