Krisis Baru Hantam Negara Arab Usai Digempur Israel Habis-habisan

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis baru mengintai Gaza usai dibombardir Israel terus-menerus sejak Oktober 2023. Laporan terpadu dari Klasifikasi Keamanan Pangan Terpadu (IPC) menyebut setengah juta orang di Gaza menghadapi petaka kelaparan.

Diperkirakan 2,1 juta orang di Gaza atau hampir seluruh populasi berisiko mengalami tingkat kerawanan pangan akut pada akhir September mendatang. Sebanyak 469.500 di antaranya diproyeksikan akan mencapai tingkat "bencana".

Israel telah menutup Jalur Gaza sejak awal Maret lalu. Negara zionis melanjutkan aksi militernya yang menghancurkan kelompok militan Hamas setelah kesepakatan gencatan senjata gagal.

Juru bicara pemerintah Israel David Mencer buka suara terkait laporan terbaru IPC. Ia mengindikasikan laporan tersebut tak valid.

"IPC terus-menerus berbicara tentang kelaparan. Kelaparan tidak pernah terjadi karena upaya Israel untuk mendapatkan lebih banyak bantuan," kata dia, dikutip dari Israel, Selasa (13/5/2025).

Mencer menegaskan kembali tuduhan Israel bahwa Hamas telah menyebabkan kelaparan dengan mencuri bantuan yang ditujukan bagi warga sipil. Ia juga mengklaim Hamas telah merekayasa krisis kemanusiaan.

Hamas membantah tuduhan ini dan pada gilirannya menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang. Laporan IPC terkait ancaman kelaparan hebat di Gaza didasarkan pada rencana Israel untuk melancarkan operasi militer skala besar di jalur tersebut.


Selain itu, IPC menilai lembaga bantuan kesulitan untuk mengirimkan barang dan layanan penting ke Gaza secara terus-menerus. Hal ini yang memicu prediksi kelaparan kritis di Gaza dalam periode 11 Mei hingga 30 September 2025.

Presiden Israel Isaac Herzog pada Senin (12/5), meminta masyarakat internasional untuk membantu dengan rencana baru untuk mendistribusikan bantuan langsung kepada rakyat Gaza dan menyingkirkan Hamas dari proses tersebut.

Laporan IPC mengatakan rencana otoritas Israel untuk mengirimkan bantuan diperkirakan sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok penduduk terhadap makanan, air, tempat tinggal, dan obat-obatan.

"Selain itu, mekanisme distribusi yang diusulkan kemungkinan akan menciptakan hambatan akses yang signifikan bagi sebagian besar penduduk," menurut laporan IPC.

"Tindakan segera sangat penting untuk mencegah kematian lebih lanjut, kelaparan dan kekurangan gizi akut, serta jatuhnya ke dalam bencana kelaparan," tertera dalam laporan itu.

Sebagai informasi, suatu negara dinilai mengalami bencana kelaparan jika setidaknya 20% penduduk mengalami kekurangan pangan yang ekstrem, 1 dari 3 anak mengalami kekurangan gizi akut, dan 2 dari setiap 10.000 orang meninggal setiap hari akibat kelaparan atau kekurangan gizi dan penyakit.

Laporan tersebut memproyeksikan hampir 71.000 kasus kekurangan gizi akut, termasuk 14.100 kasus parah di antara anak-anak berusia 6 hingga 59 bulan, diperkirakan akan terjadi antara April 2025 dan Maret 2026.

Laporan IPC dibuat dengan kontribusi dari badan-badan PBB, LSM, dan organisasi-organisasi lain.

"Laporan tersebut benar-benar menunjukkan bahwa situasi di Gaza telah memburuk secara dramatis dalam beberapa bulan terakhir," kata Beth Bechdol, wakil direktur Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).

"Sejak 2 Maret, blokade menyeluruh telah mencegah pengiriman pasokan kemanusiaan dan bahkan komersial yang penting," katanya kepada Reuters.

"Kita tentu dapat berasumsi bahwa jenis angka yang kita lihat dalam laporan ini hanya akan terus meningkat," katanya.

Ia mencatat bahwa gencatan senjata selama 2 bulan telah mengurangi krisis pangan akut dan malnutrisi. Namun, IPC mengatakan blokade yang sedang berlangsung telah membalikkan situasi.

Temuan utama menunjukkan bahwa 1,95 juta orang, atau 93% dari populasi di daerah kantong pesisir, hidup dalam tingkat kerawanan pangan akut yang tinggi. Di antaranya sebanyak 244.000 orang yang mengalami tingkat paling parah, atau "bencana".

Analisis IPC pada bulan Oktober lalu mengatakan 133.000 orang berada dalam kategori "bencana". Di Kota Gaza, Ghada Mohammad, seorang ibu dari 5 anak, mengatakan ia harus membayar sekitar 1.000 shekel (US$281) untuk membeli sekarung tepung seberat 2 kg.


Sebelum perang dan selama masa gencatan senjata, harganya 'hanya' 25 shekel pada bulan Januari dan Februari.

Berbicara kepada Reuters melalui aplikasi pesan, ia menyebutkan ketergantungan pada makanan kaleng, air yang tidak sehat, dan roti yang dibuat dengan tepung yang dipenuhi serangga.

"Tahukah Anda bagaimana rasanya tidak dapat makan satu kali makan dengan ayam atau sayuran atau daging selama beberapa minggu?," kata dia.


(fab/fab)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Bank Dunia Pesimistis Ekonomi RI 5% di 2025, Prabowo Bisa Apa?

Next Article Video: Israel Gempur Sekolah di Gaza 17 Orang Termasuk Anak-Anak Tewas

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |