Jakarta, CNBC Indonesia - Kapten kapal berbendera Inggris, yang tidak disebutkan namanya, sedang santai saat melakukan pelayaran di Samudera Pasifik pada Kamis, 20 November 1940. Langit cerah tanpa awan. Lautan tenang tanpa gelombang besar yang mengancam. Tidak ada tanda-tanda badai.
Namun, ketenangan itu mendadak pecah ketika suara statik mengganggu radio komunikasi kapal. Terdengar suara telegraf memohon pertolongan. Awak kapal pun langsung hening menyimak.
"S.O.S dari kapal Ourang Medan. Segera kirim dokter," terdengar suara seseorang di balik radio yang disertai rintihan, dikutip dari surat kabar Inggris, Daily Mirror (22 November 1940).
Dalam dunia pelayaran, sinyal SOS tak sembarangan digunakan. Itu adalah panggilan terakhir dari mereka yang berada di ambang petaka. Namun, suara telegraf dari Ourang Medan membuat para awak kapal merasa janggal.
Sebab, jika benar berada dalam kondisi darurat yang membutuhkan bantuan, maka Ourang Medan harusnya hanya mengirim SOS dan koordinat. Tidak perlu menambahkan kalimat. Alhasil, kapten kapal langsung mengirim balasan melalui gelombang pendek dan menanyakan posisi Ourang Medan.
Setelah tiga kali mengirim pesan, balasan pun datang disertai suara terputus-putus.
"S.O.S dari Ourang Medan 20° Lintang Barat dan 179° Bujur Timur....Kami terombang-ambing...wakil kapten tewas di anjungan.... kapten dan kepala mesin tewas di ruang peta... kemungkinan seluruh awak meninggal dunia...sebagian awak......," rintih seseorang dikutip dari Leekster Courant (24 Januari 1948).
Meski begitu, kapten masih menerima rangkaian sandi telegraf tanda masih ada orang menekan tombol. Sampai akhirnya, komunikasi terputus total usai orang tersebut berkata:
"Aku mati.. aku mati..,"
Dari sini, kapten langsung memerintahkan perubahan haluan menuju koordinat yang disebutkan. Mesin dipacu dengan kecepatan tinggi agar kapal bisa tiba dalam waktu tercepat, yaitu sekitar 16 jam. Sepanjang perjalanan, kapal terus mengirim pesan sembari bertanya-tanya apa yang sedang dihadapi.
Tapi, apapun masalahnya, kapal Ourang Medan harus ditemukan terlebih dahulu.
Pada siang hari berikutnya, kapten kapal akhirnya mencapai titik koordinat. Di sana, terlihat jelas kapal besar terombang-ambing yang sedikit miring ke kanan. Kapal itu tak punya identitas jelas. Tak ada bendera atau nama di lambung kapal. Namun, kapten yakin itu adalah kapal Ourang Medan.
Kapten segera memanggil awak Ourang Medan lewat pengeras suara, tapi tidak ada jawaban. Dia pun memutuskan untuk merapat dan turun bersama para awak ke kapal itu. Begitu kaki menyentuh dek, pemandangan mengerikan langsung menyambut mereka.
Total 12 mayat berserakan di seluruh penjuru kapal. Seekor anjing mati tergeletak tak jauh. Tubuh-tubuh itu terbujur kaku dalam kondisi yang mengerikan. Wajah mereka mengekspresikan ketakutan yang luar biasa. Mata terbuka lebar dan mulut ternganga, seolah-olah mereka menyaksikan sesuatu yang tak bisa dijelaskan.
Kapten, dengan hati-hati, melucuti pakaian beberapa mayat. Namun, tak ditemukan luka, lebam, atau tanda kekerasan apa pun. Tidak ada penjelasan fisik atas kematian mereka. Hal sama juga terlihat pada tubuh kapten Ourang Medan. Tak ada cedera, tapi ekspresi wajahnya membeku dalam ketakutan mendalam.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang mereka lihat sampai wajah mereka menyiratkan ketakutan sedemikian dalam?," pikir kapten dengan penuh cemas.
Tiba-tiba, terdengar suara dari awak kapal Inggris yang berteriak ada kebakaran di Ourang Medan dan meminta semua kembali ke kapal. Mereka kemudian berlari dan melompat. Tak lama kemudian ledakan dahsyat menggetarkan lautan Pasifik. Api melahap Ourang Medan dengan ganas hingga tenggelam perlahan ke lautan Pasifik meninggalkan misteri yang tak terpecahkan.
Masih Jadi Misteri
Dalam pemberitaan de Locomotief (3 Februari 1948), Ourang Medan adalah kapal kargo seberat lebih dari 5.000 ton. Usianya sudah 40 tahun dan berulangkali ganti kepemilikan. Nama kapal Ourang Medan menunjukkan pemilik terakhirnya yang diduga kuat orang Indonesia. Sebab Ourang Medan berasal dari bahasa Indonesia atau bahasa Melayu yang artinya Pria dari Medan.
Tragedi Ourang Medan sampai sekarang masih menjadi simpang siur. Mulai dari tanggal kejadian, lokasi tenggelam, hingga penyebab.
Surat kabar Inggris, Daily Mirror (22 November 1940), memberitakan tragedi terjadi pada 20-21 November 1940. Namun, koran-koran di Indonesia, mulai dari Leekster Courant (24 Januari 1948) dan de Locomotief (3 Februari 1948), menyebut kejadian itu terjadi pada Juni 1947.
Ketiga koran yang sudah disebut menyebut kejadiannya di Pasifik, tepatnya sekitar Kepulauan Marshall dan Kepulauan Solomon. Namun, beberapa sumber mengatakan lokasi kejadian berada di Selat Malaka.
Belum lagi terkait penyebabnya. Sampai sekarang, tak diketahui mengapa para awak Oerang Medan tewas dengan ekspresi ketakutan luar biasa. Atau mengapa kapal itu tiba-tiba meledak. Ada dugaan kapal mengangkut bahan beracun atau peledak. Ada juga yang memperkirakan para awak terjangkit penyakit misterius.
Namun, semua itu tak bisa dibuktikan karena seluruh bukti sudah hancur lebur bersama tenggelamnya kapal.
Kesimpangsiuran ini membuat sebagian orang menganggap tragedi Ourang Medan hanyalah fiksi belaka atau sekadar cerita tentang kapal hantu. Tapi menyebutnya fiksi pun tak sepenuhnya benar. Sebab ada saksi mata yang menyatakan dengan jelas bahwa kapal dan mayat-mayat itu benar-benar ada.
Hingga hari ini, tragedi Ourang Medan tetap diselimuti misteri yang belum terpecahkan.
(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini: