Jakarta, CNBC Indonesia - CEO Nvidia Jensen Huang mengatakan ada banyak pekerjaan bergaji tinggi yang tersedia bagi generasi muda alias Gen Z. Namun, pekerjaan yang dibutuhkan bukan lagi di depan laptop.
Selama ini, banyak orang yang menempuh pendidikan tinggi untuk mendapat ijazah dan bekerja di kantor. Namun, belakangan ramai diberitakan fenomena PHK yang terus berlanjut, profesi yang berpotensi digantikan AI, serta lulusan kuliah yang jadi pengangguran.
"Jika Anda adalah tukang listrik, tukang ledeng, atau tukang kayu, akan dibutuhkan ratusan ribu tenaga untuk membangun pabrik," kata Huang kepada Channel 4 News, beberapa saat lalu.
Huang tercatat memiliki kekayaan US$163,4 miliar (Rp2.721 triliun) menurut laporan Forbes. Kekayaannya melesat pasca popularitas AI membuat kebutuhan chip AI kian tinggi. Ia menjadi orang terkaya ke-8 di dunia saat ini.
Menurut Huang, pengembangan AI membutuhkan fasilitas data center raksasa di mana-mana. Untuk itu, dibutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar dalam membangun data center tersebut.
"Segmen kerajinan terampil di setiap perekonomian akan mengalami lonjakan. Pertumbuhannya harus berlipat ganda, berlipat ganda, dan berlipat ganda setiap tahunnya," ia menuturkan, dikutip dari Yahoo Finance.
Baru-baru ini, Nvidia mengumumkan investasi senilai US$100 miliar ke OpenAI untuk membiayai pengembangan data center berbasis prosesor AI Nvidia. Secara industri, pengeluaran belanja modal untuk data center diproyeksikan mencapai US$7 triliun pada 2030 mendatang, menurut McKinsey.
Gaji Tinggi Tak Perlu Gelar Sarjana
Satu fasilitas data center seluas 250.000 kaki persegi digadang-gadang bisa memperkerjakan 1.500 tenaga konstruksi selama pembangunannya. Mayoritas bisa mendapatkan gaji US$100.000 (Rp1,6 miliar), belum termasuk uang lembur.
Pekerjaan konstruksi ini tidak membutuhkan gelar sarjana. Setelah pembangunan selesai, ada 50 pekerja penuh yang dibutuhkan untuk merawat fasilitas tersebut. Masing-masing pekerjaan tersebut memacu 3,5 lapangan pekerjaan lain di perekonomian sekitarnya.
Seruan Huang untuk lebih banyak teknisi listrik dan tukang ledeng sejalan dengan pandangannya yang lebih luas bahwa gelombang peluang berikutnya terletak pada sisi fisik teknologi, alih-alih software.
Ketika ditanya awal tahun ini apa yang akan ia pelajari jika berusia 20 tahun lagi, Huang mengakui bahwa ia akan condong ke disiplin ilmu yang berakar pada ilmu fisika.
"Untuk Jensen muda berusia 20 tahun yang sudah lulus sekarang, ia mungkin akan memilih... lebih banyak ilmu fisika daripada ilmu software," ujarnya.
Huang bukan satu-satunya yang memiliki pemikiran ini. Pada awal 2025, CEO BlackRock Larry Fink mengungkapkan kekhawatirannya kepada Gedung Putih soal deportasi pekerja imigran, ditambah kurangnya ketertarikan kaum muda AS di sektor konstruksi data center.
"Saya bahkan mengatakan kepada tim Presiden Donald Trump bahwa kita akan kehabisan teknisi listrik yang dibutuhkan untuk membangun data center AI," kata Fink.
Pada pekan ini, CEO Ford Jim Farley juga mengemukakan kecemasan serupa. Ia menyorot ketimpangan antara ambisi manufaktur Washington dan tenaga kerja di lapangan.
"Saya rasa niatnya ada, tapi tidak ada yang bisa menggantikan ambisi itu. Bagaimana kita bisa memindahkan semua ini ke tempat lain jika kita tidak punya orang untuk bekerja di sana?" ujar Farley.
Menurut unggahan Farley di LinkedIn pada Juni 2025, AS sudah kehilangan 600.000 pekerja pabrik dan 500.000 pekerja konstruksi.
Next Article Tawaran Gaji Rp 1,6 Triliun Ditolak, Alasannya Bikin Kaget

2 hours ago
2

















































