Sentimen Pekan Depan: The Fed Bisa Jadi Ujian Baru IHSG

4 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah reli panjang yang sempat menembus rekor tertinggi baru, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya menutup pekan lalu di zona merah.

Pada Jumat (24/10/2025), IHSG melemah tipis 0,03% ke level 8.271,72, usai sempat mencetak rekor intraday di 8.351,06. Koreksi ini terjadi di tengah pergeseran minat investor dari saham-saham konglomerat ke blue chip serta aksi ambil untung menjelang pekan dengan agenda ekonomi padat.

Secara mingguan, IHSG masih mencatat penguatan 0,8%, namun tekanan mulai terasa di akhir pekan akibat pelemahan saham-saham besar seperti Barito Pacific (BRPT), DCI Indonesia (DCII), dan Bumi Resources Minerals (BRMS). Sementara itu, saham-saham defensif seperti Unilever dan sektor kesehatan menahan pelemahan indeks. Volume transaksi mencapai Rp22,46 triliun, menandakan minat beli asing masih terjaga meski pasar mulai berhati-hati.

Pekan depan, pelaku pasar akan mencermati sejumlah agenda ekonomi penting dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, perhatian tertuju pada rilis inflasi Oktober dan neraca dagang September yang dijadwalkan Senin (3/11/2025).

Inflasi diperkirakan berada di level 2,65% secara tahunan, atau masih dalam kisaran target Bank Indonesia. Jika inflasi tetap terkendali, peluang pelonggaran kebijakan moneter lanjutan bisa tetap terbuka di akhir tahun.

Selain itu, neraca perdagangan Indonesia diperkirakan tetap surplus sebesar US$5,49 miliar, menopang stabilitas eksternal dan sentimen rupiah. Kinerja ekspor berpotensi tertahan oleh penurunan harga komoditas global, namun impor bahan baku dan barang modal yang meningkat menunjukkan geliat produksi industri menjelang akhir tahun.

Dari Amerika Serikat, pasar akan menanti keputusan suku bunga The Federal Reserve pada Kamis (30/10/2025) dini hari waktu Indonesia. Konsensus memperkirakan The Fed mempertahankan suku bunga di 4,25%, setelah sebelumnya menurunkannya 25 basis poin pada September. Namun perhatian investor akan tertuju pada nada konferensi pers Jerome Powell dan panduan kebijakan selanjutnya, terutama terkait data PCE Price Index (inflasi pilihan The Fed) yang tumbuh 0,3% bulan September dan 2,7% secara tahunan.

Masih dari AS, rilis produk domestik bruto (GDP) kuartal III menjadi penentu arah pasar global. Pertumbuhan ekonomi Amerika diperkirakan mencapai 3,8% (quarter to quarter), mengindikasikan ketahanan permintaan domestik meski tekanan harga masih ada. Jika data aktual lebih tinggi dari ekspektasi, dolar AS berpotensi menguat, menekan aset berisiko termasuk pasar saham emerging market seperti Indonesia.

Dari China, perhatian tertuju pada PMI Manufaktur NBS Oktober yang akan dirilis Jumat (31/10/2025). Konsensus menempatkan indeks di level 49,8, masih di bawah ambang ekspansi. Jika angka aktual tetap di bawah 50, kekhawatiran terhadap lemahnya permintaan industri China bisa membayangi pasar regional, termasuk saham-saham berbasis komoditas di Indonesia.

Secara teknikal, analis menilai IHSG akan menguji kembali area support di 8.200, dengan potensi rebound jika aliran dana asing tetap masuk menjelang periode window dressing. Sementara faktor eksternal seperti arah suku bunga global dan data ekonomi utama akan menjadi katalis utama volatilitas pekan ini.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |