Jakarta, CNBC Indonesia — Industri perbankan giat menggarap dana pihak ketiga (DPK) korporasi sebagai mesin pertumbuhan baru. Hal ini seiring dengan lesunya penggalangan dana perorangan.
Sebagai informasi DPK industri perbankan tercatat Rp 9.010 triliun per Maret 2025, atau hanya tumbuh 4,75% secara tahunan (yoy). Pada periode yang sama permintaan kredit jauh lebih tinggi, yakni 9,16% yoy. Kondisi likuiditas pun kian mengetat dengan rasio pinjaman terhadap simpanan loan to deposit ratio (LDR) sebesar 87,77%.
Dalam beberapa waktu terakhir, DPK perorangan mengalami perlambatan pertumbuhan. Bahkan pada November 2024 hingga Januari 2025 DPK perorangan mengalami kontraksi.
Bank-bank pun ramai-ramai merilis super app untuk segmen wholesale untun mencari mesin pertumbuhan DPK baru. Paling anyar, PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) merilis BEWIZE.
Platform tersebut mengintegrasikan berbagai layanan transaksi keuangan seperti layanan Cash Management, Digital Value Chain, Foreign Exchange, dan lainnya.
Plt. Direktur Utama BSI Bob Tyasika Ananta mengatakan bank syariah terbesar RI itu berniat menggarap tidak hanya segmen konsumer saja, tapi juga segmen produktif yang mencakup UMKM, komersial, dan wholesale.
Dia berharap pertumbuhan segmen corporate di BSI yang tumbuh di kisaran 15%-20%, kemudian dapat mengimbangi pertumbuhan segmen konsumer yang mencapai 20%.
"Jadi nanti porsi dengan 30:70 pun kemudian itu juga sudah cukup ideal. Tetapi pertumbuhannya di corporate, di segmen produktif, itu juga tidak ketinggalan dengan individunya, sesuai dengan kemudian sejalan dengan kemampuan kita yang juga kita bangun," ungkap Bob selepas BSI Global Islamic Finance Summit, Ritz Carlton Pacific Place, Selasa (29/4/2025).
Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) juga tak mau kalah, dan segera merilis aplikasi wholesale banking-nya, Bale Korpora tahun ini. Aplikasi itu dirancang untuk mempermudah mobilitas nasabah hanya dengan melalui 1 akses (single sign on).
Bank pelat merah lainnya, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang sudah memiliki super app wholesale QLola, juga berniat untuk mengoptimalkan segmen wholesale.
Akan tetapi bank yang dikenal fokus dengan segmen UMKM itu berupaya untuk mengakselerasi pertumbuhan dana murah alias CASA di segmen lainnya termasuk wholesale.
"Sebenarnya kalau kita bicara mengenai banking game itu adalah, game-nya adalah game funding. Jadi kita ingin ya di BRI hari ini dan di masa-masa yang akan datang, memiliki kekuatan dari sisi funding, terutama dana murah ya, low-cost fund. Jadi, yang harus kita lakukan setiap kali ke depan itu pertama adalah, BRI akan melakukan transformasi dari sisi liabilities atau funding," terang Direktur Utama BRI Hery Gunardi saat Paparan Kinerja BRI Triwulan I-2025 secara virtual, Rabu (30/4/2025) lalu.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan dan Strategy BRI, Viviana Dyah Ayu Retno mengatakan bahwa transformasi funding menjadi penting dilakukan bank itu. Pasalnya, ia menyebut porsi dana murah dan biaya pendanaan BRI tertinggal dibandingkan bank-bank lainnya.
"Kalau saja BRI bisa menurunkan cost of fund BRI 50 basis poin saja. Sekarang total dana pihak ketiga BRI itu menyentuh Rp1.400 triliun. Kalau teman-teman kalikan dengan 0.5% saja, impact-nya itu tidak hanya dirasakan oleh BRI. Tetapi juga akan dirasakan oleh nasabah UMKM yang selama ini menjadi main nasabahnya BRI melalui potensi pemberian lending rate yang mungkin lebih baik untuk teman-teman kita yang ada di MSME," jelas Viviana.
Menurut pengamat perbankan Moch. Amin Nurdin, penghimpunan DPK korporasi harus sejalan dengan penyaluran kredit yang memberikan pendapatan bunga yang besar. Lantas, perbankan juga harus tetap menghimpun DPK retail yang biaya pendanaannya lebih kecil,
"Misalnya bank-bank yang kemudian memberikan pinjaman untuk kredit-kredit jangka panjang yang kemudian bunganya tipis margin-nya, dia harus mendapatkan DPK korporasi yang kemudian bunganya juga tinggi. Maka kan secara umum mismatch, kan," kata Amin saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (14/5/2025).
"Bank yang secara notabene naturalnya dia memberikan pinjaman-pinjaman jangka panjang dengan bunga yang lebih rendah, maka dia harus memikirkan bagaimana meningkatkan DPK retailnya supaya tidak terjadi mismatch".
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini: