Utang Dunia Tembus US$110 Triliun: Negara Mana Paling Banyak Berutang?

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Total utang global terus membengkak. Menurut laporan Visual Capitalist yang bersumber dari data Dana Moneter Internasional (IMF) edisi World Economic Outlook Oktober 2025, total utang pemerintah dunia kini telah menembus US$110,9 triliun. Angka fantastis ini menunjukkan bagaimana kebijakan fiskal longgar dan stimulus ekonomi selama dekade terakhir mulai membentuk beban baru bagi banyak negara.

Amerika Serikat dan China menjadi dua raksasa dengan beban utang terbesar di dunia. Total utang pemerintah AS mencapai US$38,3 triliun, setara lebih dari sepertiga total utang global. Sementara China menempati posisi kedua dengan utang sebesar US$18,7 triliun. Jika digabung, kedua negara ini menguasai lebih dari separuh utang dunia.

Di posisi ketiga, Jepang mencatat utang US$9,8 triliun, disusul Inggris (US$4,1 triliun) dan Prancis (US$3,9 triliun). Kelima negara ini yang seluruhnya merupakan ekonomi maju menyumbang dua pertiga dari total utang global, atau sekitar US$74,8 triliun. Fenomena ini menegaskan dominasi negara-negara berpendapatan tinggi dalam lanskap keuangan dunia, sekaligus memperlihatkan risiko fiskal yang mereka tanggung akibat program sosial dan pertahanan yang masif.

Negara-negara di Eropa Barat dan Amerika Utara mendominasi daftar tersebut. Namun, munculnya India dan Brasil dalam 10 besar mencerminkan meningkatnya kebutuhan pembiayaan di negara berkembang yang sedang mengejar pertumbuhan ekonomi melalui proyek infrastruktur besar dan subsidi sosial.

Pertumbuhan utang di dua ekonomi terbesar dunia Amerika Serikat dan China masih menunjukkan tren agresif. Tahun ini, utang AS meningkat sekitar US$2,9 triliun, sementara China bertambah US$2,2 triliun. Jika dilihat secara persentase, pertumbuhan utang China lebih cepat, yakni 13,6% per tahun, dibandingkan AS yang tumbuh 8,4%.

Menariknya, Jepang yang dikenal memiliki rasio utang terhadap PDB tertinggi di dunia, sekitar 230% justru mencatat perlambatan pertumbuhan utang. Kenaikan utangnya hanya sekitar US$200 miliar atau 2% dibanding tahun sebelumnya. Ini menandakan adanya pergeseran arah kebijakan fiskal di negara matahari terbit tersebut.

Laporan IMF juga menyoroti bahwa negara-negara maju menyumbang lebih dari 80% total utang global. Beban ini sebagian besar disebabkan oleh pembiayaan program sosial jangka panjang, peningkatan anggaran pertahanan, serta biaya demografi menua yang semakin berat. Di sisi lain, negara berkembang menghadapi tantangan berbeda-lebih pada pembiayaan pembangunan dan stabilisasi mata uang.

Dengan tren suku bunga global yang mulai stabil, tekanan pembayaran bunga memang sedikit mereda. Namun, risiko keberlanjutan fiskal tetap tinggi, terutama bagi negara dengan pertumbuhan ekonomi stagnan. Lonjakan utang tanpa peningkatan produktivitas bisa berujung pada krisis fiskal baru dalam beberapa tahun mendatang.

CNBC Indonesia Research

(emb)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |