
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
BANDA ACEH (Waspada): Warisan intelektual dan budaya Kesultanan Aceh kembali menarik perhatian dunia. Dalam pameran internasional bertajuk “Kejayaan Peradaban Islam Dunia Melayu dan Dunia Islam” di Islamic Arts Museum Malaysia (IAMM), Kuala Lumpur, manuskrip-manuskrip kuno peninggalan Aceh tampil menonjol di galeri utama sepanjang Mei hingga Juni 2025.
Kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A. Hamid atau akrab disapa Cek Midi, kepada Waspada, Kamis (8/5) menyambut hangat kehadiran naskah-naskah bersejarah asal Aceh di panggung bergengsi tersebut.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
“Begitu masuk pintu galeri manuskrip, langsung terlihat nama Aceh beserta koleksi aslinya. Ini bukti betapa hebatnya peradaban indatu kita,” ungkap Tarmizi, yang turut didampingi ilmuwan Aceh Tgk. Fathurrahman dan Universiti Utara Malaysia (UUM), Hasan Basri M. Nur.
Salah satu koleksi unggulan adalah Tajus Salatin, kitab klasik asal Aceh yang dikenal luas sebagai ensiklopedia pemerintahan dalam tradisi Islam-Melayu. Naskah ini merangkum ajaran politik, etika kepemimpinan, dan sistem sosial yang berlaku di era kejayaan Kesultanan Aceh.
Pameran ini juga menampilkan puluhan mushaf Al-Qur’an kuno dari Aceh. Mushaf-mushaf tersebut menampilkan iluminasi khas: perpaduan warna emas, biru tua, dan merah marun, serta ragam hias flora simetris. Gaya ini dikenal sebagai ciri khas mushaf Nusantara dari Aceh, menandakan adanya pusat penyalinan Al-Qur’an yang sangat maju di masa lalu.
“Keindahan visual dan nilai intelektual dalam mushaf-mushaf ini telah diakui oleh para ahli filologi internasional. Ini memperkuat posisi Aceh sebagai pusat ilmu dan seni Islam di Asia Tenggara,” ujar Tarmizi.
Selama lawatan ke Malaysia dan Thailand, Tarmizi juga menjajaki kerja sama antar-museum untuk memperkuat jaringan pelestarian naskah Islam klasik. Ia membawa nama Museum Manuskrip Aceh atau Rumoh Manuskrip Aceh di Banda Aceh sebagai mitra potensial dalam upaya sinergi antarlembaga budaya.
Ia juga menyerukan dukungan dari Pemerintah Aceh, khususnya di bawah kepemimpinan Muzakir Manaf-Fadhlullah, agar warisan sejarah ini masuk dalam kurikulum pendidikan.
“Saatnya sejarah kejayaan Aceh diajarkan kembali di sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Generasi muda harus tahu akar intelektual mereka,” tegasnya.
Pameran di IAMM bukan sekadar tampilan benda bersejarah. Ia menjadi pengingat bahwa di balik naskah-naskah tua itu, tersimpan nilai-nilai besar yang bisa membentuk identitas dan arah masa depan generasi Aceh hari ini. (b04)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.