JAKARTA (Waspada) : Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), menegaskan bahwa kritik terhadap pemerintah tidak dapat dipidana sebagai penghinaan.
Putusan ini merupakan hasil dari dua permohonan berbeda yang diajukan oleh aktivis lingkungan asal Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, dan jaksa Jovi Andrea Bachtiar. Keduanya menggugat pasal-pasal dalam UU ITE yang dinilai rawan disalahgunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Kritik Tak Bisa Dipidana: Gugatan Daniel Frits
Dalam perkara yang diajukan Daniel Frits, MK menyatakan bahwa Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE tidak berlaku untuk lembaga pemerintah, institusi, jabatan, maupun korporasi. MK menyatakan frasa “orang lain” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, kecuali dimaknai sebagai individu dengan identitas spesifik.
“Subjek yang dilindungi dari perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik adalah individu, bukan pemerintah sebagai badan publik,” bunyi putusan MK.
Putusan ini menandai pengakuan penting terhadap perlindungan kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi, terutama ketika warga menyampaikan kritik terhadap kebijakan publik di ruang digital.
Tafsir ‘Kerusuhan’ Diperjelas: Gugatan Jovi Andrea
Masih di hari yang sama, MK juga mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar, seorang jaksa yang sebelumnya dijatuhi pidana percobaan enam bulan karena dianggap mencemarkan nama baik melalui media digital.
MK menilai bahwa frasa “kerusuhan” dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi digunakan sebagai pasal karet. MK memutuskan bahwa kerusuhan hanya dapat dimaknai sebagai gangguan ketertiban di ruang fisik, bukan di ruang digital atau media sosial.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan, Selasa (29/4).
MK menekankan bahwa debat, perbedaan pendapat, atau dinamika di ruang digital merupakan bagian dari demokrasi, dan tidak bisa serta-merta dikriminalisasi dengan dalih menciptakan kerusuhan.
Pemerintah Hormati Putusan MK
Menanggapi putusan tersebut, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pemerintah menghormati dan akan menyesuaikan kebijakan sesuai dengan amar putusan MK.
“Tentunya pemerintah menghormati yang menjadi keputusan MK dan tentu akan menjalankan keputusan tersebut manakala putusan tersebut berkonsekuensi terhadap kebijakan-kebijakan di internal pemerintahan,” ujar Pras melalui pesan singkat, Rabu (30/4).
Putusan ini dinilai sebagai langkah maju dalam menjamin hak konstitusional warga untuk menyampaikan pendapat, serta mendorong pembenahan pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE yang selama ini dianggap sebagai alat kriminalisasi kebebasan berekspresi.
Uji Materi Diajukan Oleh Korban Kriminalisasi
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar, dan Daniel Frits Maurits Tangkilisan. Mereka berdua telah menjadi korban kriminalisasi atas unggahan di media sosial. Kasus mereka sempat memicu sorotan publik karena dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap whistleblower, bahkan di lingkungan institusi penegak hukum sendiri.
Jovi Andrea Bachtiar merupakan seorang jaksa yang sempat dipidana atas tuduhan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi bohong melalui media digital.
Ia dilaporkan karena mengkritik seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan yang menggunakan mobil dinas kepala kejaksaan untuk kepentingan pribadi tanpa disertai surat tugas dan pengawasan resmi.
Akibat kritik tersebut, Jovi diproses secara hukum dan divonis dengan pidana percobaan selama enam bulan.
Kemudian, aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan yang dikriminalisasi dengan UU ITE. Dia diproses hukum hingga dibawa ke pengadilan.
Daniel ditahan atas tuduhan ujaran kebencian terkait dengan sebuah video yang diunggahnya ke Facebook pada 12 November 2022.
Video tersebut berdurasi 6 menit, menampilkan kondisi pesisir Karimunjawa yang diduga terkena dampak limbah tambak udang.
Ia ditahan Polres Jepara pada 7 Desember 2023. Daniel mengikuti proses hukum tersebut sampai divonis di pengadilan tingkat pertama.
Pada Rabu, 2 Oktober 2024, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum atas vonis bebas Daniel.
Dengan begitu, putusan bebas terhadap Daniel telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah dan yang bersangkutan tidak lagi menyandang status terdakwa.
Upaya banding dan kasasi tersebut ditempuh jaksa lantaran di pengadilan tingkat pertama yakni Pengadilan Negeri (PN) Jepara sebelumnya menghukum Daniel dengan pidana tujuh bulan penjara.(cnni)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.