Oleh: Dr. Agus Marwan, S.IP, M.SP
Perubahan iklim merupakan tantangan serius bagi keberlanjutan pembangunan, ditandai dengan meningkatnya suhu bumi dan peristiwa cuaca ekstrem yang mempengaruhi kehidupan manusia serta keseimbangan ekosistem. Aktivitas seperti eksploitasi sumber daya alam, penggundulan hutan, dan pencemaran lingkungan semakin mempercepat kerusakan alam.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Di sisi lain, ketimpangan sosial dan ekonomi masih menjadi isu yang signifikan, dengan distribusi akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan kesempatan ekonomi yang tidak merata, khususnya di negara-negara berkembang. Pertumbuhan urbanisasi yang cepat turut menambah beban pada kawasan perkotaan, memunculkan tantangan seperti kemacetan lalu lintas, peningkatan polusi, serta kurangnya ketersediaan hunian yang memadai.
Perubahan Iklim
Menurut Laporan Kajian Ke-5 (Assessment Reports 5 atau AR5) dari Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), suhu bumi telah meningkat sekitar 0,8°C selama seratus tahun terakhir. Pada akhir tahun 2100, suhu global diperkirakan akan lebih tinggi 1,8-4°C dibandingkan rata-rata suhu pada periode 1980-1999. Jika dibandingkan dengan periode pra-industri (1750), kenaikan suhu global ini setara dengan 2,5-4,7°C. Pemanasan global terutama disebabkan oleh penyerapan energi panas oleh lautan (sekitar 90% dari total pemanasan), dan terdapat bukti bahwa lautan terus menghangat selama periode ini. (KemenLHK, 2016). Laporan yang diekluarkan oleh IPCC ini menunjukkan bukti-bukti bahwa perubahan iklim memang sudah terjadi.
Selain peningkatan suhu bumi, frekuensi gelombang panas dan intensitas curah hujan di berbagai daerah juga mengalami peningkatan. Bukti kuat menunjukkan bahwa kondisi suhu ekstrem, termasuk hari-hari panas dan gelombang panas, menjadi lebih umum sejak tahun 1950. Meskipun tren kekeringan global sulit diidentifikasi, beberapa wilayah jelas mengalami kekeringan yang lebih parah dan lebih sering. Badai tropis kategori 4 dan 5 diperkirakan akan meningkat frekuensinya secara global.
Dampak Perubahan Iklim
Perubahan iklim telah mempengaruhi ekosistem dan manusia di seluruh benua dan samudera di dunia. Perubahan iklim dapat menimbulkan risiko besar bagi kesehatan manusia, keamanan pangan global, dan pembangunan ekonomi.
Kenaikan permukaan air laut akan berdampak pada masyarakat pesisir dan daerah dataran rendah di seluruh dunia, menyebabkan banjir, erosi pantai, perendaman, serta hilangnya pulau-pulau kecil. Pemanasan dan pengasaman laut menimbulkan risiko besar terhadap ekosistem laut, terutama di wilayah kutub dan ekosistem terumbu karang.
Pada aspek keamanan pangan global, perubahan iklim menyebabkan penurunan produksi tanaman pangan secara global. Perubahan iklim juga diperkirakan akan meningkatkan kejadian migrasi manusia dan memicu konflik, yang dapat menyebabkan guncangan ekonomi dan kemiskinan.
Dalam sektor kesehatan, perubahan suhu dan banjir, termasuk banjir di wilayah pesisir, mendorong peningkatan berbagai kasus penyakit. Penyakit yang dipengaruhi oleh perubahan iklim termasuk yang ditularkan melalui vektor seperti demam berdarah dengue dan malaria; melalui air seperti diare dan leptospirosis; yang disebabkan oleh peningkatan tekanan panas seperti heat stroke dan hipertensi; serta melalui udara seperti pneumonia.
Menurut kajian tahun 2019, kerugian ekonomi Indonesia di empat sektor prioritas, yaitu kelautan dan pesisir, air, pertanian, dan kesehatan, diperkirakan mencapai 102,3 triliun Rupiah pada tahun 2020 dan 115,4 triliun Rupiah pada tahun 2024, atau mengalami peningkatan sebesar 12,76% selama lima tahun (Gambar 3). Namun, nilai kerugian ekonomi yang dihasilkan belum mencakup seluruh variabel kerugian yang dapat ditimbulkan oleh perubahan iklim, sehingga dalam kenyataannya, kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim jauh lebih besar. (Bappenas, 2021).

Konsep Pembangunan Berketahanan Iklim
Ketahanan iklim adalah tindakan antisipasi yang terencana maupun spontan untuk mengurangi nilai potensi kerugian akibat ancaman bahaya, kerentanan, dampak, dan risiko perubahan iklim terhadap kehidupan masyarakat di wilayah terdampak perubahan iklim. (Bappenas, 2021)
Pembangunan berketahanan iklim mengacu pada strategi yang dirancang untuk memastikan bahwa sistem sosial, ekonomi, dan lingkungan dapat beradaptasi secara efektif terhadap dampak perubahan iklim. Pendekatan ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kemajuan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian ekosistem guna mendukung keberlanjutan di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
Penyesuaian terhadap perubahan iklim melibatkan pengembangan infrastruktur dan sistem yang mampu beroperasi secara optimal meskipun menghadapi dampak iklim, seperti menciptakan kota-kota yang lebih tahan banjir dan memperluas variasi sumber daya untuk mengurangi ketergantungan pada ekosistem yang rentan. Upaya mitigasi risiko iklim berfokus pada pengurangan dampak lingkungan melalui penggunaan energi terbarukan, pengembangan transportasi yang ramah lingkungan, serta pelestarian ekosistem alami yang berperan sebagai penyerap karbon.
Pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab merupakan elemen penting dalam menjaga kelestarian ekosistem. Praktik pertanian yang berorientasi pada kelestarian lingkungan, bersama dengan upaya konservasi ekosistem laut dan daratan, berkontribusi dalam menjaga keseimbangan ekologis. Selain itu, integrasi pembangunan berbasis iklim ke dalam kebijakan nasional menjadi hal yang krusial, seperti melalui penerapan regulasi yang mendukung inovasi teknologi hijau serta pemberian insentif bagi sektor industri yang menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Keberhasilan implementasi pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh keterlibatan aktif masyarakat, melalui peningkatan edukasi mengenai dampak perubahan iklim dan penguatan komunitas dalam menjalankan strategi adaptasi. Pemanfaatan teknologi dan inovasi, seperti perangkat pemantauan perubahan iklim serta energi bersih, memiliki kontribusi yang signifikan dalam memperkuat kemampuan menghadapi perubahan lingkungan.
Dengan mengintegrasikan strategi adaptasi, mitigasi, kebijakan yang mendukung, dan pengembangan teknologi, pendekatan pembangunan berketahanan iklim dapat menjadi langkah yang efektif untuk menciptakan masa depan yang lebih kokoh dan berkelanjutan.
Awal Mula dan Perkembangan Global
Awal mula pembangunan berketahanan iklim didasari oleh meningkatnya kesadaran dunia terhadap dampak nyata perubahan iklim. Konsep ini mengalami perkembangan melalui serangkaian kebijakan dan perjanjian global yang dirancang untuk memperkuat kemampuan masyarakat dan ekosistem dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
Konferensi Stockholm pada tahun 1972 menjadi titik awal munculnya kesadaran global mengenai isu lingkungan dan perlunya pembangunan berkelanjutan. Kemudian, Laporan Brundtland yang dirilis pada tahun 1987 memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan, yang menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Konferensi Rio de Janeiro tahun 1992 menghasilkan Agenda 21 serta Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC), yang menjadi pijakan dalam kebijakan iklim global. Pada tahun 1997, Protokol Kyoto menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca khususnya bagi negara-negara maju. Akhirnya, Persetujuan Paris pada tahun 2015 mengukuhkan komitmen dunia untuk menjaga kenaikan suhu bumi tetap di bawah ambang batas 2°C, sambil mendorong implementasi langkah-langkah adaptasi terhadap perubahan iklim.
Indonesia telah merumuskan sejumlah kebijakan strategis dalam mendukung pembangunan berketahanan iklim. Salah satunya adalah RPJMN 2020-2024 yang memberikan perhatian khusus pada ketahanan iklim di sektor-sektor penting seperti kelautan, sumber daya air, pertanian, dan kesehatan. Selain itu, Indonesia juga memperkenalkan Climate Resilience Development Policy 2020-2045, sebuah kebijakan jangka panjang yang mencakup aksi ketahanan iklim, penguatan kelembagaan, mekanisme pendanaan, serta sistem pemantauan dan evaluasi untuk memastikan keberhasilan pelaksanaannya.
Kebijakan dan Program
Pembangunan berketahanan iklim kini menjadi agenda utama di tingkat global, mengingat dampak perubahan iklim yang semakin dirasakan. Sebagai negara yang memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim, Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis melalui pengembangan kebijakan dan program yang dirancang untuk memperkuat kemampuan masyarakat serta ekosistem dalam menghadapi ancaman lingkungan yang terus meningkat.
Pemerintah Indonesia telah mengintegrasikan pembangunan berketahanan iklim ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020. Ketahanan iklim ditetapkan sebagai prioritas nasional dengan tujuan utama untuk meminimalkan risiko kerugian ekonomi yang disebabkan oleh perubahan iklim. Kebijakan ini juga dirancang agar selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Tujuan 13 yang berfokus pada aksi terhadap perubahan iklim.
Selain itu, Indonesia telah mengembangkan Climate Resilience Development Policy 2020-2045, yang mencakup aksi ketahanan iklim, kelembagaan, pendanaan, serta mekanisme pemantauan dan evaluasi. Dokumen ini menjadi pedoman bagi berbagai pihak dalam menyusun strategi pembangunan yang tangguh terhadap perubahan iklim.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah telah meluncurkan berbagai program, di antaranya: Pertama, Daftar Aksi dan Lokasi Prioritas: Menentukan wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan langkah-langkah adaptasi yang diperlukan. Kedua, Pendanaan Ketahanan Iklim: Mengembangkan sumber pembiayaan untuk mendukung program adaptasi dan mitigasi. Ketiga, Pemantauan dan Evaluasi: Sistem pelaporan untuk mengukur efektivitas kebijakan dan program ketahanan iklim.
Tantangan
Pembangunan berketahanan iklim dihadapkan pada tantangan yang semakin rumit. Perubahan iklim yang kian ekstrem, termasuk peningkatan suhu global dan ketidakstabilan cuaca, memberikan ancaman serius terhadap ekosistem serta kesejahteraan masyarakat. Bagi negara-negara berkembang, kendala berupa ketimpangan ekonomi dan sosial menjadi penghalang utama, terutama karena keterbatasan dalam mengakses pendidikan dan teknologi hijau yang diperlukan untuk mendukung adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Pertumbuhan urbanisasi yang cepat semakin meningkatkan tekanan pada infrastruktur perkotaan, menciptakan masalah seperti kemacetan lalu lintas, meningkatnya polusi udara, serta keterbatasan akses terhadap sumber air bersih. Meskipun sejumlah negara telah menunjukkan komitmen melalui Persetujuan Paris, pelaksanaan kebijakan ketahanan iklim sering terhambat oleh prioritas ekonomi jangka pendek dan kurangnya koordinasi yang efektif antara berbagai pemangku kepentingan.
Di sisi lain, teknologi berkelanjutan masih belum dapat diakses secara merata di semua negara, terutama karena kendala finansial dan kurangnya infrastruktur yang memadai. Untuk mengatasi hambatan ini, diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat dalam merumuskan kebijakan yang lebih efisien serta mendorong pengembangan teknologi inovatif yang mendukung prinsip keberlanjutan.
Rekomendasi
Hambatan dalam pembangunan berketahanan iklim dapat diatasi melalui serangkaian langkah strategis, seperti penerapan kebijakan yang pro-lingkungan, investasi berkelanjutan, dan pengembangan teknologi inovatif. Salah satu peran pemerintah adalah merancang regulasi yang mendorong pelaku industri untuk mengadopsi praktik ramah lingkungan. Misalnya, pemerintah dapat memberikan insentif kepada perusahaan yang beralih menggunakan energi terbarukan, atau memberlakukan pajak karbon untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pendanaan hijau perlu diperkuat melalui pengembangan investasi berkelanjutan serta kolaborasi antarnegara untuk mendukung proyek-proyek yang bertujuan meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim. Di sisi lain, kemajuan teknologi memainkan peran penting dalam menciptakan solusi yang inovatif, seperti pengembangan sistem pertanian yang tahan terhadap dampak iklim ekstrem serta desain infrastruktur yang fleksibel dan mampu menghadapi bencana alam dengan lebih baik.
Partisipasi masyarakat memegang peranan penting dalam upaya memperkuat ketahanan terhadap perubahan iklim. Melalui program edukasi dan pelatihan, pemahaman publik tentang urgensi menjaga keberlanjutan dapat ditingkatkan, baik melalui penyesuaian pola hidup maupun penerapan praktik ramah lingkungan berbasis komunitas. Selain itu, pengembangan kota yang berorientasi pada keberlanjutan, seperti sistem transportasi rendah emisi dan penggunaan energi terbarukan, berpotensi besar dalam mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Pengelolaan sumber daya alam secara bertanggung jawab menjadi hal yang esensial. Upaya konservasi ekosistem, termasuk pelestarian hutan, berperan penting dalam menyerap emisi karbon, sementara penerapan pertanian berkelanjutan dapat menjaga keseimbangan ekosistem sembari meningkatkan ketahanan pangan. Melalui pendekatan yang menyeluruh dan kerja sama dari berbagai pihak, pembangunan berketahanan iklim memiliki potensi besar untuk menjadi solusi jangka panjang dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan memastikan kesejahteraan generasi masa depan.
Peran Masyarakat dan Swasta
Upaya pembangunan berketahanan iklim sangat bergantung pada kontribusi aktif dari masyarakat dan sektor swasta untuk menjamin keberlanjutan dan efisiensinya. Peran masyarakat terlihat dalam adopsi gaya hidup ramah lingkungan, termasuk pemanfaatan energi terbarukan, pengelolaan limbah secara bijaksana, serta keterlibatan dalam program penghijauan dan pelestarian ekosistem. Pentingnya kesadaran publik dan program edukasi menjadi fondasi dalam mendorong perubahan perilaku yang selaras dengan prinsip ketahanan iklim.
Di sisi lain, sektor swasta memainkan peran krusial dalam mendorong inovasi dan menyediakan pendanaan untuk proyek-proyek terkait iklim. Perusahaan dapat berperan dengan mengembangkan teknologi ramah lingkungan, meningkatkan efisiensi penggunaan energi, serta menanamkan investasi dalam inisiatif adaptasi perubahan iklim. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dapat mempercepat pelaksanaan kebijakan iklim melalui pemberian insentif ekonomi dan penerapan regulasi yang mendukung prinsip keberlanjutan.
Kerja sama yang erat antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta menjadi kunci utama dalam merumuskan solusi yang efektif untuk mengatasi tantangan perubahan iklim. Pendekatan yang terintegrasi memungkinkan pembangunan berketahanan iklim berjalan dengan lebih efisien, sehingga menghasilkan manfaat jangka panjang tidak hanya bagi pelestarian lingkungan, tetapi juga bagi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Masa Depan Berkelanjutan
Dengan pendekatan yang efektif, pembangunan berketahanan iklim memiliki potensi untuk menjadi jalan keluar utama dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Langkah ini tidak hanya mendukung kesejahteraan generasi mendatang tetapi juga berkontribusi besar terhadap pelestarian ekosistem dan keberlanjutan lingkungan secara global.
Pembangunan berketahanan iklim tidak hanya menjadi upaya proaktif untuk menghadapi dampak perubahan iklim, tetapi juga berperan dalam memastikan keberlanjutan ekonomi serta kesejahteraan sosial bagi generasi di masa depan.
Kolaborasi erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi fondasi utama dalam menyukseskan kebijakan yang mendukung keberlanjutan. Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan, didukung oleh edukasi yang tepat, dapat mempercepat adopsi gaya hidup ramah iklim. Di sisi lain, pengembangan teknologi inovatif menjadi katalis dalam mempercepat transformasi menuju praktik pembangunan yang lebih berorientasi pada ketahanan iklim.***
Penulis adalah Ketua Forum Masyarakat Literasi Indonesia, dan Alumni Program Doktor Studi Pembangunan FISIP USU
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.