Pengusaha "Teriak" Kesulitan, DPR Minta Perjanjian Dagang Dievaluasi

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty meminta pemerintah mengevaluasi sederet perjanjian dagang yang telah ditandatangani. Alasannya, kesepakatan perdagangan itu ternyata dilaporkan tidak menguntungkan industri-industri di dalam negeri.

Hal itu disampaikan Evita kepada saat memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier bersama sejumlah asosiasi terkait, membahas kebijakan peningkatan daya saing industri nasional, Rabu (12/11/2025).

Dalam rapat tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane mengungkapkan kesulitan ban-ban produksi Indonesia ke negara-negara yang telah menjalin kesepakatan perdagangan dengan Indonesia. Salah satunya dengan Thailand, di mana Indonesia dan Thailand sebagai sesama negara ASEAN tergabung dalam sejumlah perjanjian kerja sama multilateral dan regional.

"Kita sudah menjalin perjanjian perdagangan dengan Thailand, tapi kok kami ke Thailand itu nggak bisa mauk? Ban Thailand bisa masuk sini, tapi kok ban Indonesia tidak bisa masuk ke Thailand?" kata Azis.

"India juga sama. Ban Indonesia paling disukai konsumen, tapi ban kita nggak bisa masuk India. Loh kenapa? Lalu Turki, begitu perjanjian ditandatangani, seminggu kemudian tarif impornya naik. Jadi kelihatan kita dimain-mainkan, Jadi tolong diperhatikan itu, bu. Sama Afrika Utara,: lanjut Aziz.

Tidak Win-Win

Merespons hal itu, Evita menyinggung kembali keluhan serupa yang disampaikan pengusaha di sektor lain.

"Ini catatan bagi pak Dirjen. Kemarin kita bertemu dengan industri karet, sawit dan lain-lain. Itu keluhannya sama, pak. Perjanjian internasional ini tidak win-win. Jadi, (perjanjian internasional) menguntungkan negara lain, tapi kita dirugikan. Ini kayanya kita harus kita evaluasi," kata Evita.

"Apalagi sekarang karet, yang kaitannya dengan ban ini, ke Eropa sekarang diperketat lagi dengan aturan-aturan baru, pak Dirjen. Kemarin saya dengar. Kemudian para petani kita sudah switch dari karet ke kelapa sawit. Berarti ada masalah-masalah yang kita hadapi, otomatis memengaruhi industri ban. Ini catatan saya," tegasnya.

Selain masalah kesulitan masuk ke pasar-pasar ekspor, Aziz mengungkapkan, gempuran ban impor ilegal juga tengah menekan industri di dalam negeri.

"Dan sama dengan asosiasi lain, sama juga tantangan. Satu, energi. Barangkali kami industri kimia di bawah pak Taufik ini, kenapa tidak dibuka saja sih impor gas itu, Bu? Biar kita bagi-bagi, daripada tergantung kepada PGN. Itu satu kita harapkan," kata Aziz.

"Dan, sama dengan yang lain, impor ilegal ban. Karena Indonesia ini ada 33 pelabuhan tidak bertuan. Angkatan Laut kita kurang aktif mengecek pelabuhan-pelabuhan, sehingga impor merajalela. Jadi, kembali, impor ilegal," tukasnya.

Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Dirjen IKTF Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier (ketiga dari kanan) bersama Asosiasi-Asosiasi Membahas Kebijakan Peningkatan Daya Saing Industri Nasional, Rabu (12/11/2025). (Tangkapan Layar Youtube/Komisi VII DPR RI Channel)Foto: Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Dirjen IKTF Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier (ketiga dari kanan) bersama Asosiasi-Asosiasi Membahas Kebijakan Peningkatan Daya Saing Industri Nasional, Rabu (12/11/2025). (Tangkapan Layar Youtube/Komisi VII DPR RI Channel)
Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Dirjen IKTF Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier (ketiga dari kanan) bersama Asosiasi-Asosiasi Membahas Kebijakan Peningkatan Daya Saing Industri Nasional, Rabu (12/11/2025). (Tangkapan Layar Youtube/Komisi VII DPR RI Channel)


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Perkuat Daya Saing Ekonomi, RI "Buru" Implementasi IEU-CEPA

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |