Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Sakti Wahyu Trenggono menegaskan komitmennya untuk memperkuat sektor perikanan budi daya sebagai tumpuan baru ekonomi biru Indonesia. Ia menilai, potensi ekonomi dari sektor ini sangat besar dan bisa menjadi kekuatan utama Indonesia di masa depan.
"Kita sudah mulai (budi daya), baik itu budi daya laut, budi daya pesisir, dan budi daya darat yang berkelanjutan. Ini yang sebetulnya harusnya menjadi kompetisi intinya Indonesia ke depan. Jadi kalau 10 atau 15 tahun ke depan Indonesia sangat kuat di sini, seharusnya ini potensi ekonomi biru yang sangat dahsyat di sektor budi daya. Ini yang bisa menjadi andalan kita. Kan lucu juga kalau kita negara kawasan ASEAN, Thailand sangat kuat di sini," kata Trenggono dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Ia menilai, dengan luas laut yang dimiliki, Indonesia seharusnya bisa melampaui negara-negara lain dalam produksi budi daya. "Karena kita laut luas gitu, Jepang kalah dengan kita, dan seterusnya," sebut dia.
Trenggono menjelaskan, potensi besar itu muncul di tengah meningkatnya kebutuhan protein dunia yang diperkirakan melonjak hingga 70% pada tahun 2050.
"Pertumbuhan umat manusia terus eksponensial, jadi daya dukung bumi kan cuma segini. Jadi ini menurut FAO tahun 2050 akan meningkat menjadi 70% peningkatan kebutuhan protein. Ini kalau dunia buletnya cuma segitu, jumlah manusia naik terus 9,77 miliar orang itu diperkirakan tahun 2050," papar dia.
Menurut Trenggono, produksi perikanan nasional saat ini masih belum memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Kalau produksi perikanan kita saja 7,5 juta ton, lalu kemudian budi daya 5,5 juta ton kan berarti kira-kira sekitar 13 juta ton, lalu rumput laut ada 10 juta ton, kira-kira sekitar 23-24 juta ton. Itu kontribusinya terhadap pertumbuhan kan kecil, masih 2,59%. Ini sih sebetulnya pertanyaan besar," ujarnya.
Ia menyebut, ekspor Indonesia baru mencapai rata-rata US$5,5 miliar dan masih didominasi oleh lima komoditas utama, yakni udang, rumput laut, tuna-cakalang, sotong-gurita, dan produk perikanan lainnya.
Trenggono bahkan mengaku sempat ditanya oleh pengusaha perikanan asal Brasil tentang rendahnya nilai industri perikanan Indonesia.
"Dia nanya kenapa cuma 5% dari produksi nasional. Saya sambil malu-malu, ya karena konsumsi lokal kita tinggi. Terus dia tanya balik yang saya gelagapan jawab, 'ada nggak satu perusahaan yang valuasinya lebih dari US$1 miliar?'. Ada mungkin paling tinggi Rp1 triliun, Rp2 triliun. Tapi kalau sampai US$1 miliar di sektor perikanan kayaknya belum pernah tersentuh," ujarnya.
Foto: Presiden Joko Widodo meresmikan Tambak Budidaya Udang Berbasis Kawasan di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Ini adalah tambak udang modern pertama sekaligus terbesar di Indonesia. (Dok: KKP)
Presiden Joko Widodo meresmikan Tambak Budidaya Udang Berbasis Kawasan di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Ini adalah tambak udang modern pertama sekaligus terbesar di Indonesia. (Dok: KKP)
Ia lantas menyoroti Vietnam kini mampu menghasilkan 25 juta ton dari sektor budidaya, jauh di atas Indonesia yang baru sekitar 2 juta ton.
"Vietnam itu budidaya 25 juta ton, sementara tangkapan lautnya cuma 3 juta ton. Lalu kemudian yang lebih aneh lagi, di Timur Tengah ekspornya Vietnam itu mendominasi sementara Indonesia 0," ungkap dia.
Trenggono menuturkan, penguatan sektor budi daya akan dimulai pada 2025 di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Sudah 80 tahun sektor ini tidak disentuh dengan baik. Lalu kemudian sudah 80 tahun Indonesia ini merdeka, dia belum disentuh. Kalau ada bantuan, lebih ke ada bantuan sifatnya sporadis, tapi tidak yang berkesinambungan. Maka dari itulah dimulai tahun 2025 ini, dimulai di pemerintahannya Pak Prabowo," ujarnya.
Selain budi daya perikanan, Trenggono juga memberikan perhatian khusus pada pengembangan budi daya rumput laut. Ia menyebut produksi rumput laut nasional saat ini mencapai 9 juta ton per tahun, menjadikannya komoditas terbesar di sektor kelautan.
"Produksi kita cukup tinggi, rumput laut itu rata-rata di 9 juta ton," sebut dia.
Menurutnya, rumput laut memiliki potensi besar karena bisa dikembangkan menjadi berbagai produk bernilai tambah.
"Paling besar, tapi kita belum bisa memanfaatkan dengan baik, karena rumput laut ini adalah material hulu yang bisa dikembangkan untuk berbagai macam, bisa untuk pangan, bisa untuk farmasi, dan lain sebagainya. Ini yang kita juga akan menjadi perhatian kita ke depan," kata Trenggono.
Ia menegaskan, pengembangan sektor budi daya, termasuk rumput laut, harus berjalan seiring dengan upaya menjaga kesehatan ekosistem laut.
"Tapi yang pasti, yang kami lakukan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, kita beresin dulu soal bagaimana daya dukung alam atau lingkungan ini terjaga dengan baik. Sehingga laut kita menjadi laut yang sehat, dan akan berakibat juga secara jangka panjang kepada kehidupan umat manusia yang akan tetap berlanjut," pungkasnya.
(Martyasari Rizky/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cara RI Perkuat Ekonomi Biru & Tata Kelola Laut Berkelanjutan

10 hours ago
4

















































