Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sejatinya kaya akan sumber daya alam (SDA), termasuk gas bumi. Namun, kekayaan SDA yang ada dinilai belum bisa dinikmati oleh masyarakat secara optimal lantaran keterbatasan infrastruktur energi yang memadai.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto mengungkapkan potensi besar gas alam Indonesia sering kali tidak termanfaatkan secara optimal karena persoalan mendasar, seperti infrastruktur yang belum merata dan efisien.
"Salah satu kelemahan kita ya, kalau kita tengok pemanfaatan gas alam itu adalah karena keterbatasan infrastruktur. Mengingat negara kita, negara kepulauan, di mana juga gas sebagian besar ada di offshore misalnya," jelasnya dalam acara Road to CNBC Indonesia Awards 2025 'Best Energy Companies', Selasa (11/11/2025).
Sugeng mencontohkan negara-negara Eropa, seperti Jerman, Rusia bisa memasok gas bumi langsung lewat jaringan pipa besar seperti Nord Stream Pipeline. Beda halnya seperti di Indonesia, kondisi geografis yang tersebar membuat pengiriman gas memerlukan proses tambahan seperti gas dicairkan menjadi Liquefied Natural Gas (LNG), diangkut, lalu digasifikasi kembali.
"Dari perut bumi gas dicairkan, lantas diangkut, ada biayanya lagi, lantas digasifikasi kembali. Ini semuanya ada biayanya lagi sampai di wellhead istilahnya," katanya.
Padahal, perusahaan-perusahaan swasta nasional dinilai sudah cukup andal dalam membangun infrastruktur energi. Namun, untuk mewujudkan kemandirian energi dan pemerataan akses, peran swasta perlu disokong oleh kebijakan dan infrastruktur yang lebih merata dari pemerintah pusat hingga daerah.
"Kita kenal company Indonesia yang sudah sangat luar biasa, misalnya ada Rekin, Rekayasa Industri, ada juga Mindo dan banyak lagi yang sudah mampu merancang bangun untuk kepentingan di sektor hulu maupun di midstream," jelasnya.
Namun, ia menegaskan perlunya percepatan pembangunan jaringan pipa nasional agar gas dari wilayah kaya sumber daya bisa tersalurkan dengan mudah ke pusat-pusat permintaan.
"Sudah benar, periode lalu kita memprakarsai untuk dibangun namanya CISEM Cirebon-Semarang untuk pipeline, pipa. Sehingga menyambung nanti apalagi kalau Dumai-Sei Mangkei kita sudah bangun, maka dari Aceh sampai Surabaya sudah nyambung pipa," tambahnya.
Dengan begitu, langkah itu dinilai bisa menjadi solusi agar kekayaan gas Indonesia tidak hanya tersimpan di bawah tanah, tapi benar-benar dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Perlu diketahui, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan bahwa cadangan minyak RI, berdasarkan buku saku Kementerian ESDM Mei 2025, tercatat sebesar 4,31 miliar barel. Sedangkan cadangan untuk gas bumi sebesar 51,98 triliun kaki kubik (TCF).
Berdasarkan catatan SKK Migas, Indonesia saat ini memiliki 165 Wilayah Kerja (WK) migas, terdiri dari 105 WK migas eksploitasi, 43 WK Migas eksplorasi, 3 WK eksplorasi sedang dievaluasi, dan 14 WK dalam proses terminasi.
Adapun, produksi terangkut (lifting) minyak nasional hingga Juni 2025 tercatat mencapai 578 ribu barel per hari (bph), atau 95,5% dari target produksi terangkut (lifting) minyak pada APBN 2025 sebesar 605.000 bph.
Sementara salur (lifting) gas tercatat sebesar 5.483 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) selama semester I 2025, atau 97,4% dari target 5.628 MMSCFD.
Adapun total lifting minyak dan gas (migas) selama semester I 2025 yakni mencapai 1,55 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) atau 96,7% dari target 1,61 juta BOEPD.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Hingga Mei 2025, Produksi Minyak RI Masih di Bawah Target

2 hours ago
1
















































