Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Venezuela menyiapkan rencana perlawanan dua lapis, berupa taktik gerilya yang melibatkan ratusan titik aksi dan langkah "anarkisasi" untuk menciptakan kekacauan dalam negeri, jika terjadi serangan udara atau darat dari Amerika Serikat.
Menurut sumber yang mengetahui upaya dan dokumen perencanaan yang dilihat Reuters, strategi itu merupakan pengakuan terselubung bahwa angkatan bersenjata Venezuela kekurangan personel dan peralatan untuk menghadapi konfrontasi konvensional.
Rencana tersebut muncul di tengah pernyataan Presiden AS Donald Trump yang beberapa kali menyiratkan kemungkinan operasi darat di Venezuela, menyusul serangkaian serangan terhadap kapal yang diduga terlibat penyelundupan narkoba di Karibia dan peningkatan kehadiran militer AS di kawasan.
Trump sempat mengatakan "daratan akan menjadi yang berikutnya", meski kemudian membantah sedang mempertimbangkan serangan di dalam wilayah Venezuela.
Sumber-sumber yang diwawancarai Reuters dan dokumen perencanaan bertahun-tahun menunjukkan Caracas menyiapkan dua strategi utama.
Pertama, perlawanan bergaya gerilya, melibatkan unit-unit kecil yang disebar di lebih dari 280 lokasi untuk melakukan sabotase. Dokumen pelatihan yang terlihat bertanggal antara 2012-2022, termasuk rencana operasi dari September 2019, merinci penempatan senapan mesin, pelontar granat, serta cara bertahan dan orientasi medan.
Kedua, anarkisasi, langkah yang belum diakui resmi tetapi menurut sumber melibatkan dinas intelijen dan pendukung bersenjata partai penguasa untuk menciptakan kerusuhan di jalan-jalan Caracas dan membuat negara tak terkendali bagi pasukan asing. Satu sumber menaksir hanya 5.000-7.000 orang yang mungkin terlibat dalam skenario anarkisasi itu, termasuk personel intelijen, pendukung partai bersenjata, dan milisi.
Kedua taktik ini dirancang saling melengkapi, namun sumber yang dekat dengan pemerintah mengakui peluang keberhasilan mereka rendah. "Kita tidak akan bertahan hingga 2 jam dalam perang konvensional," kata seorang sumber dekat pemerintahan, merujuk pada ketidakmampuan Venezuela menghadapi konflik konvensional melawan kekuatan besar.
Seorang sumber lain juga menilai, "Kita belum siap berhadapan langsung dengan tentara paling kuat dan terlatih di dunia."
Realita di lapangan memperlihatkan kelemahan struktural: pasukan yang menua, peralatan yang usang, dan kemampuan logistik yang rapuh. Beberapa komandan disebut terpaksa bernegosiasi dengan produsen lokal untuk memberi makan pasukan karena suplai pemerintah tidak mencukupi.
Pangkat-bawah menerima upah sekitar US$100 per bulan, jauh di bawah estimasi US$500 sebagai biaya dasar kebutuhan pangan bulanan, menurut data April dari Center for Documentation and Social Analysis milik Federasi Guru Venezuela. Kondisi ini membuka kemungkinan desersi jika terjadi konfrontasi.
Meskipun Presiden Nicolas Maduro menyatakan jutaan warga terlatih sebagai milisi, ia mengeklaim 8 juta warga berlatih di milisi, sumber pertahanan memperkirakan jumlah peserta efektif dalam skenario "anarkisasi" jauh lebih kecil. Di sisi lain, sekitar 60.000 anggota tentara dan Garda Nasional disiapkan untuk operasi perlawanan gerilya.
Peralatan militer Venezuela mayoritas buatan Rusia dan berumur puluhan tahun. Caracas membeli sekitar 20 jet Sukhoi pada 2000-an, namun seorang sumber berkata dibandingkan dengan bomber B-2 milik AS, itu tidak ada apa-apanya. Selain Sukhoi, helikopter, tank, dan rudal portabel buatan Rusia dinilai sudah kedaluwarsa.
Meski demikian, pemerintah mengklaim telah menempatkan sekitar 5.000 rudal Igla portabel-senjata antipesawat bahu-membahu-di berbagai posisi negara.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Invasi AS Dimulai! Kapal Perang Mengepung, Presiden Ini Tak Gentar

1 hour ago
3

















































