Mess Kupaleh yang digunakan bonden PSAP Sigli dibangun di atas bekas Benteng Kuta Asan. Waspada.id/Muhammad Riza
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
Di bawah langit Sigli yang mulai jingga, sorak anak-anak yang bermain bola di Stadion Kuta Asan seolah menutupi bisikan masa silam. Tidak banyak yang tahu, bahwa di balik tembok stadion itulah berdiri sebuah benteng pertahanan tua. Benteng Kuta Asan (Benteng Kupaleh-red), saksi perjuangan rakyat Peudir (Pidie-red) dan Kerajaan Aceh Darussalam sejak abad ke-15.
Berdasarkan penelusuran Waspada id, benteng itu dibangun bukan dengan mesin, melainkan dengan tangan-tangan rakyat yang bertekad menghalau Portugis dari pesisir Aceh. Di bawah panji Persemakmuran Kerajaan Aceh Darussalam, mereka mengangkat batu, memahat tanah, dan menumpahkan keringat demi mempertahankan marwah negeri.
Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN
“Ini bukan sekadar batu tua,” ujar Ibrahim seorang tokoh adat, menatap sisa dinding yang mulai tertutup semak. “Di sini terkubur darah para syuhada. Di sini doa mereka masih bergema,” ujarnya lirih.
Warisan yang Dilupakan
Kuta Asan dulunya (masa kesultanan-) adalah pelabuhan kecil di Kuta Leupon tanah endapan sungai dan pasang laut yang kini dikenal sebagai Kota Sigli. Dari sanalah kapal-kapal kerajaan berlayar membawa pasukan menuju Malaka di bawah komando Sultan Iskandar Muda dan Laksamana Malahayati.
Dari Peudir pula lahir para panglima gagah berani. Diantaranya, Tgk. Malem Dagang, Tgk. Japakeh, hingga Panglima Peudir, yang syahid menegakkan kehormatan Aceh Darussalam.
Namun sejarah tidak selalu ditulis oleh yang setia. Ada pula nama-nama yang tercatat sebagai pengkhianat, mereka yang membelot dan bekerja sama dengan kompeni Belanda. Catatan tua menyebutkan, pengkhianatan itu pula yang membuka jalan bagi kolonial untuk menembus pertahanan Kuta Leupon (Kota Sigli-red).
Benteng yang Jadi Stadion
Pada masa awal kemerdekaan, tahun 1953, pemerintahan militer Aceh melalui Kolonel Habib Muhammad memugar sebagian area benteng menjadi stadion olahraga. Tujuannya mulia, menjadikan situs itu tempat rakyat berkumpul, berolahraga, dan memperingati hari kemerdekaan.
Namun, sisa-sisa tembok benteng masih dibiarkan berdiri, tepat di sisi rumah dinas Ketua DPRK Pidie sebagai pengingat bahwa lapangan itu dulunya bukan tempat perlombaan, melainkan arena perang dan doa.
Kini, kapasitas stadion mencapai lebih dari 15.000 penonton. Tetapi di tengah gegap gempita pembangunan, muncul kabar yang mengusik nurani, ada oknum yang mengklaim situs itu sebagai milik pribadi, dengan dalih dokumen Belanda.
“Bahaya besar kalau situs sejarah dijadikan ladang bisnis pribadi,” tegas Amirul salah satu warga Sigli, seraya berujar, “Benteng Kuta Asan adalah milik rakyat, bukan milik seseorang,” katanya.
Jangan Biarkan Sejarah Dijual
Para pemerhati sejarah di Pidie kini menyerukan agar pemerintah Kabupaten Pidie segera melindungi dan menegaskan status hukum situs Benteng Kuta Asan (Benteng Kupaleh-red) sebagai cagar budaya. Sebab, jika situs itu jatuh ke tangan yang salah, maka bukan hanya tanah yang hilang tetapi juga ingatan dan martabat sejarah.
Benteng Kuta Asan adalah simbol kesetiaan rakyat Peudir ( Pidie) terhadap Aceh Darussalam, dari abad ke-15 hingga masa perang kemerdekaan. Dari sini pasukan pernah menghalau Portugis, melawan Belanda, hingga bertahan dalam gejolak revolusi sosial pasca 1945.
Kini, ketika damai telah menjadi nafas baru Aceh, benteng itu menunggu satu hal saja, kesetiaan generasi penerus. “Sejarah bukan untuk dimiliki, tetapi untuk dijaga”.
Nada di Gerbang Tua
Di setiap upacara 17 Agustus, barisan marching band melewati gerbang tua di sisi stadion. Tidak banyak yang sadar bahwa mereka melintasi pintu benteng yang dulu menjadi keluar-masuk pasukan perang Aceh Darussalam.
Suara drum dan terompet kini menggantikan dentum meriam, tetapi maknanya tetap sama, perjuangan belum usai, hanya berganti bentuk.
Selama batu-batu tua itu masih berdiri, Benteng Kuta Asan ( Benteng Kupaleh-red), akan terus berbicara tentang darah, doa, dan harga diri yang tidak bisa dijual.
Muhammad Riza
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.





















































