Jejak Kematian “Berwajah” Asuransi: Dari Genting Yang Ramai Ke Parit Yang Sunyi

6 hours ago 1

Tengah malam, Joni abang Ripin dibuatkan mie instan di rumah Bibi Juwita. Pagi harinya, ia ditemukan kaku di sofa. Asuransi Rp2 miliar cair.

Kamis dini hari yang dingin, 24 April 2025, pukul 00.18 WIB. Sebuah pesan masuk ke ponsel Rudi di Manado. “Saya mau menemani Bibi ke Medan,” tulis Ripin, adiknya, lewat WhatsApp. Rudi membalas singkat, mengizinkan. Ia tak tahu, itu akan menjadi salah satu pesan terakhir dari sang adik.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Dua hari kemudian, komunikasi terputus. WhatsApp Ripin tetap centang dua—pesan masuk, tapi tak pernah dibaca. Padahal, Ripin dikenal penurut dan komunikatif. Ia rajin memberi kabar, bahkan soal sepele. Dan ia anak yang baik. “Ia juga rutin membersihkan tempat tinggal Bikhu di Vihara Perbaungan, tempat spiritual yang sering ia jaga,” cerita Rudi, satu ketika.

Namun, Minggu pagi, 27 April 2025, tubuh Ripin ditemukan terbujur kaku di sebuah parit sunyi di tengah perkebunan sawit Desa Emplasmen Kualanamu, Deli Serdang. Jaraknya dua meter dari jalan. Tubuh Ripin dingin, penuh luka, dan tanpa kehidupan.

Menurut Juwita—bibi kandung Ripin yang sejak awal dan orang terakhir bersamanya—kejadian itu murni kecelakaan. Katanya, sekitar pukul 03.00 dini hari, Ripin minta berhenti untuk buang air kecil. Tak lama, sebuah mobil datang dari belakang dan menabraknya.

Namun, cerita yang dibangun Bibi itu janggal. Terlalu rapi. Terlalu sistematis. Juwita langsung menghubungi layanan mobil jenazah dari Taman Damai Sejahtera (TDS)—bukan ambulans, bukan polisi. Ia juga melarang keluarga melapor ke pihak berwajib. Alasannya: “Sudah tidak ada harapan, sudah meninggal.”

Saat tim TDS tiba pukul 05.00, jasad Ripin sudah berada di dalam parit sedalam dua meter. Lokasi itu jauh dari badan jalan—bukan posisi lazim korban kecelakaan lalu lintas. Bahkan bagian belakang mobil Bibi Juwita—yang katanya ditabrak dari belakang—tak rusak sedikitpun. Lebih aneh lagi, tubuh Ripin sudah kaku, menandakan ia tewas jauh sebelum waktu yang diklaim Juwita.

Luka yang Tak Masuk Akal

Saat jenazah dibawa ke ruang persemayaman, keluarga syok. Luka-lukanya tak seperti korban tabrakan. Tak ada patah tulang atau luka sobek. Yang terlihat justru bekas seretan, memar di kepala, dan tanda-tanda hantaman benda tumpul.

“Kalau ditabrak, mestinya tulangnya patah. Ini kayak dipukul dan diseret,” ujar salah satu kerabat Ripin.
Keluarga segera meminta autopsi dan melapor ke Polresta Deli Serdang. Awalnya, polisi menangani kasus ini sebagai kecelakaan. Namun, karena keterangan saksi tidak sinkron dengan hasil olah TKP, penyelidikan beralih ke satuan reserse kriminal. Hasil uji lab forensik, di lampung Ripin ditemukan cairan amfetamin.

Amfetamin adalah obat yang masuk dalam kategori stimulan sistem saraf pusat (SSP). Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas dopamine dan noradrenalin di otak.

Amfetamin kerap digunakan untuk menangani attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).

Obat ini masuk golongan psikotrapika golongan II dan wajib digunakan dengan resep dokter agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan seseorang. “Malam sebelum kematian Ripin, Kelvin, anak Juwita, sempat singgah di Cavital membeli obat yang diduga ekstasi,” kata salah seorang saksi.

Dalam percakapan whatsapp antara Juwita dan Rudi—menggunakan bahasa Hokien yang sudah diterjemahkan—Juwita mengajui bahwa anaknya Kelvin “menjejali” Ripin dengan ¼ butir obat, “yang bikin bahagia,” kata Juwita Jumat, 16 Mei 2025, pukul: 09:59 WIB.

Lalu Juwita menjelaskan kepada Rudi soal obat itu: “Dia makan obat itu kan gini. Kevin di dalam kan ada makan obat. Aku turun ke Indomaret untuk beli air. Terus dia lihat Kevin fly, begitu happy. Jadi dia tanya, kenapa Kevin begitu bahagia. Jadi Kevin masih ada sisa ½ butir, jadi bagi ke dia ¼ butir. Jadi itu kamu nggak usah tanya panjang lebar. Namanya hal itu aku jadi ada marah Kevin. Aku marah-marah ke dia. Tapi itu tidak bagaimana. Kalau cuma ¼ butir nggak kenapa-kenapa. Sebab dia meninggal adalah dia ditabrak. Kalau nggak ditabrak, tidak menjadi masalah. ¼ butir sangatlah ringan. Dia bukan meninggal karena itu.”

Penyidikan Lamban

Dalam proses penyidikan, penanganan kasus kematian Ripin berjalan lamban dan terkesan mendapat “intervensi” dari pihak tertentu agar tidak bergulir hingga ke pengadilan. Penyidik beberapa kali beralasan bahwa tidak ada saksi yang melihat langsung Juwita dan Kelvin membunuh Ripin.

Pengacara keluarga korban, Mardi Sijabat, berkali-kali melayangkan protes atas lambannya penanganan kasus ini. Sejak awal, langkahnya mendapat dukungan dari Jaringan Jurnalis Investigasi Sumatera (JJIS) yang turut mendorong pengungkapan kasus kematian Ripin yang diselimuti misteri. Mardi bahkan mengirim surat resmi ke Mabes Polri dan Komisi III DPR RI untuk menyoroti dugaan ketidakberesan dalam proses penyidikan.

Menindaklanjuti aduan itu, pada Rabu, 17 September 2025, digelar Gelar Perkara di ruang Wassidik Ditreskrimum Polda Sumu tatas perintah Mabes Polri. Dalam forum tersebut, mayoritas peserta sepakat bahwa Juwita alias Bibi dan Kelvin layak ditetapkan sebagai tersangka. Namun, lebih dari sebulan berlalu, Polresta Deli Serdang tak kunjung menetapkan keduanya sebagai tersangka, meski Mardi Sijabat terus mendesak agar langkah itu segera diambil.

Akhirnya, setelah enam bulan proses panjang dan berliku, pada Senin, 27 Oktober 2025—tepat di tanggal yang sama dengan hari kematian Ripin: 27—Polresta Deli Serdang resmi menetapkan Juwita alias Bibi dan Kelvin, sepupu Ripin, sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Ripin alias Achien.

Pola Maut yang Berulang

Tragedi Ripin membuka kembali tabir gelap kematian berantai yang melibatkan Juwita. Kata pihak keluarga dan Pengacara Mardi Sijabat, lebih dari satu dekade lalu, kakak kandung Juwita, Ahun, meninggal karena komplikasi penyakit. Jenazah langsung dikremasi. Tak jelas apakah ia diasuransikan. Yang pasti, Juwita mengurus semuanya.

Lalu suami pertama Juwita. Sekitar dua tahun lalu, ia menjalani operasi ambien di Penang, Malaysia. Setelah pulih, mereka berlibur ke Genting Highlands. Malam itu, ia sekamar dengan Juwita. Esok paginya, ia ditemukan tewas. Penyebabnya misterius. Soal asuransi? Keluarga hanya mendengar bisik-bisik.

Ayah Ripin juga meninggal mendadak pada 6 Maret 2020. Sebulan sebelumnya ia sempat operasi usus. Saat itu, Juwita datang dan meminta Rudi serta ibunya membeli telur ke Pantai Labu, meninggalkan sang ayah bersama Ripin dan Juwita. Ketika kembali, sang ayah kejang dan mulutnya berbusa. Juwita menyarankan tidak perlu ke rumah sakit. Dua jam kemudian, ia meninggal. Asuransi cair, tapi hanya cukup untuk pemakaman. Sisanya kembali ke Juwita, karena ia yang membayar premi.

Tak lama setelahnya, Joni abang Ripin—satu bapak lain ibu—juga meninggal. Tengah malam ia dibuatkan mie instan di rumah Juwita. Pagi harinya, ditemukan kaku di sofa. Jenazah korban lalu dikremasi dan abunya ditebar ke laut. Saat itu, Juwita mengatakan asuransinya cuma Rp600 juta.

“Ternyata setelah kejadian ini terungkap polis asuransi senilai Rp2 miliar. Juwita yang mengurus semuanya,” kenang Rudi. Dia menjelaskan, uang asuransinya cair dan masuk ke rekening Rudi sebagai ahli waris, tapi Juwita meminta buku tabungan dan ATM.

“Uang itu ludes, ditransfer ke sejumlah nama, termasuk anaknya.” Bahkan, menurut Rudi, masih ada satu polis asuransi lagi atas nama Joni di prudensial yang diperkirakan mencapai Rp1,6 miliar. “Itu belum kita cek lagi,” katanya.

Ripin: Tiga Polis, Rp4,5 Miliar, dan Satu Nama yang Sama

Ripin tercatat memiliki tiga polis asuransi: Panin, Prudential, dan Allianz. Total nilai pertanggungan diperkirakan Rp4,5 miliar. Dan sekali lagi, Juwita adalah orang yang mengurus seluruh dokumen itu.

“Investasi Jiwa”: Bukan Cuma Fiksi

Kasus Ripin bukan satu-satunya. Tahun 2019, seorang istri di Jakarta menyewa pembunuh untuk menghabisi suaminya demi Rp500 juta. Di Korea Selatan, seorang ibu tiri mendorong anak angkat difabel ke sungai demi klaim Rp9 miliar. Polanya serupa: korban lemah, pelaku dekat dan dipercaya, narasi dibangun agar tampak seperti kecelakaan atau takdir.

Keadilan yang Masih Menggantung

Kini, setelah Juwita dan Kelvin ditetapkan sebagai tersangka, keluarga Ripin menunggu proses peradilan selanjutnya. Apakah hakim—yang katanya wakil Tuhan di bumi—akan menjatuhi hukuman setimpal, atau hukum akan “mati” seperti kematian Ripin?

“Kami hanya ingin keadilan untuk Ripin. Pembunuh Ripin harus dihukum seberat-beratnya agar adik kami tenang di alam sana,” ujar Rudi.

Ini bukan hanya soal satu nyawa. Tapi pola kejahatan yang berulang. Tentang seorang perempuan yang mungkin menjadikan relasi darah sebagai tabir, dan polis asuransi sebagai alat membunuh dalam diam. Rudi dan ibunya juga sempat diasuransikan oleh Juwita. Jika kasus Ripin tak terungkap, bisa jadi mereka adalah target berikutnya.

Kisah Ripin belum berakhir. Tapi setiap hari dalam kesedihan dan ketakutan akan ancaman pembunuhan senyap, duka di rumah keluarga Ripin kian dalam. Dan kematian itu, makin terasa seperti bukan kecelakaan—melainkan perhitungan yang sangat dingin dari seorang yang diduga memiliki kelakuan “kembar”; seorang psikopat.

Timeline kronologi kematian Ripin dari jejak pesan WA yang dikirim ke Rudi
🗓️ Rabu, 23 April 2025
17.00 WIB – Juwita (bibi Ripin) tiba di rumah Ripin di Perbaungan dari Medan.
18.28 WIB – Juwita mengajak Ripin, ibu Ripin, dan temannya pergi ke peternakan telur di Pantai Labu.
20.00 WIB – Mereka pulang ke Perbaungan.
20.08 WIB – Juwita kembali mengajak Ripin ke Pantai Labu, alasan: mencari gelang emas yang katanya hilang.
≈21.00 WIB – Nyatanya mereka hanya ke Lubuk Pakam untuk membeli makanan, tidak kembali ke peternakan.
23.00–00.18 WIB – Ripin mengabari Rudi bahwa ia ikut Juwita pulang ke Medan.

🗓️ Kamis, 24 April 2025
01.06 WIB – Ripin tiba di rumah Juwita di Medan.
Sepanjang hari – Ripin diajak keluar makan dan jalan-jalan oleh Juwita, termasuk makan BPK.
Malam hari – Ripin dibawa ke Cemara Asri untuk makan malam.

🗓️ Jumat, 25 April 2025
10.00–13.30 WIB – Ripin berkomunikasi dengan Rudi melalui WhatsApp, membahas pulsa dan paket internet.
Sore hari – Ripin belum diantar pulang, alasan: Juwita belum selesai bersih-bersih rumah.
20.28 WIB – Ripin terlihat di Starbucks Tanjung Morawa bersama Juwita.
22.25 WIB – Ripin kirim pesan ke Rudi, bilang belum pulang dan masih di Lubuk Pakam.

🗓️ Jumat Malam – Sabtu Dini Hari, 25–26 April 2025
23.00 WIB – CCTV menangkap Juwita dan Ripin di rumah kakak Juwita di Desa Pantai Labu. Mereka makan sate.
00.14 WIB – Mereka keluar lagi dari rumah tersebut.
≈02.00 WIB – Ripin menelepon tetangga agar membukakan pintu rumah, tapi tidak kunjung pulang.

🗓️ Sabtu, 26 April 2025
08.00–10.00 WIB – Teman-teman Ripin kirim pesan WhatsApp, centang dua tapi tidak dibaca.
22.00 WIB – Rudi kirim pesan dari Sulawesi, masuk centang dua tapi tetap tidak dibaca.

🗓️ Minggu, 27 April 2025
04.20 WITA (≈03.20 WIB) – Juwita, Kevin, dan Darwin menelpon Rudi, memberi kabar Ripin meninggal karena kecelakaan.
Keterangan Juwita – Ripin turun buang air kecil di jalan kebun sawit Desa Emplasmen Kualanamu, lalu ditabrak mobil yang melaju kencang. Juwita menolak membawa jasad ke RS atau lapor polisi, langsung menghubungi mobil jenazah TDS (Taman Damai Sejahtera).
05.00 WIB – Tim TDS tiba, jasad ditemukan dalam parit sedalam 2 meter, sudah kaku dan dingin.
Pihak keluarga curiga: Luka-luka di tubuh Ripin tidak wajar (luka menyeret, luka di kepala), keterangan saksi berubah-ubah.

🗓️ Senin, 28 April 2025
00.00–02.00 WIB – Autopsi dilakukan di RS Bhayangkara Medan.
🗓️ Rabu, 17 September 2025-Gelar Perkara di Ruang Wassidik Ditreskrimum Poldasu atas pengaduan Pengacara Ripin, Mardi Sijabat, ke Mabes Polri karena lambannya penanganan kasus di tingkat Polrestas Deli Serdang.
🗓️ Senin, 27 Oktober 2025-Polresta Deli Serdang menetapkan Juwita alias Bibi dan Kelvin sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana Ripin alias Achien. ***

Jaringan Jurnalis Investigasi Sumatera (JJIS).

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |