Miris, 26,7 Juta Rumah Tangga Tempati Hunian Tak Layak Mayoritas Di Perkotaan

2 hours ago 5

JAKARTA (Waspada.id): Miris, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mendata sebanyak 26,9 juta rumah tangga menempati hunian tidak layak, mayoritas sekitar 79 persen berada di wilayah perkotaan. Sedangkan backlog atau kebutuhan akan perumahan masih kekurangan mencapai 10 juta unit.

“Karena itu kami ingin memastikan bahwa setiap keluarga, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki akses terhadap hunian layak yang aman dan terjangkau,” kata Direktur Pembiayaan Perumahan Perkotaan PKP, Buhari Sirait di Jakarta, Kamis (13/11/3025).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Dia berbicara dalam diskusi Inabanks Investment & Property Outlook 2026 bertema: “Pemerintah, Pengembang, dan Industri Sepakat Perkuat Sinergi Investasi dan Properti untuk Pertumbuhan Ekonomi Nasional” dalam mendukung iklim investasi.

Ditegaskan, bahwa Kementerian PKP berperan sebagai operator, regulator, dan fasilitator. Sebab itu, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pembebasan BPHTB, retribusi PBG, dan percepatan perizinan pembangunan rumah bagi MBR maksimal 10 hari kerja melalui SKB Tiga Menteri.

Pemerintah juga memperkuat pembiayaan melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dengan pendanaan sebesar Rp25,1 triliun untuk 350.000 unit rumah dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan Rp130 triliun, guna mendukung pengembang serta kontraktor kecil.

“Skema rent-to-own juga akan diperluas bagi pekerja informal agar mereka dapat memiliki rumah melalui pola sewa-beli yang lebih fleksibel,” jelas Buhari.

Ia optimistis sektor perumahan akan tumbuh positif pada 2026, ditopang oleh penurunan suku bunga BI ke level 4,75%, stimulus fiskal, serta proyek infrastruktur strategis seperti MRT Fase 2, LRT Jabodebek, dan Tol Layang Jabodetabek.

Saat ini, Pemerintah bersama pelaku industri dan lembaga keuangan menegaskan komitmen kolektif untuk memperkuat peran investasi dan sektor properti sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional.

Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Ricky Kusmayadi menyampaikan, hingga kuartal III tahun 2025, realisasi investasi nasional telah mencapai Rp1.434,3 triliun, atau 75,3 persen dari target tahunan.

Komposisi tersebut terdiri atas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp789,7 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp644,6 triliun. Tiga sektor dengan kontribusi terbesar adalah industri logam dasar (Rp196,4 triliun), transportasi dan telekomunikasi (Rp163,3 triliun), serta perumahan dan kawasan industri (Rp105,2 triliun).

Menurut Ricky, sektor properti dan konstruksi memiliki multiplier effect yang tinggi bagi perekonomian nasional. Sebab properti dan bahan bangunan tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menggerakkan rantai pasok nasional.

“Untuk memperkuat iklim investasi, pemerintah terus memperluas reformasi regulasi dan digitalisasi perizinan, termasuk melalui Omnibus Law (UU No.6/2023) serta PP No.28/2025 tentang Perizinan Berbasis Risiko,” ujarnya.

Implementasi sistem Online Single Submission (OSS) kini sudah dilengkapi dengan prinsip fiktif positif dan Service Level Agreement (SLA) untuk memastikan kepastian waktu bagi pelaku usaha.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga menyiapkan berbagai insentif fiskal dan dukungan investasi strategis, terutama di sektor hilirisasi sumber daya alam.

“Kepastian hukum dan proses perizinan yang efisien adalah fondasi bagi pertumbuhan investasi yang sehat dan berkelanjutan,” kata Ricky mewakili Wamen Investasi Todotua Pasaribu.

Nilai investasi hilirisasi sepanjang 2025 tercatat mencapai Rp431,4 triliun, naik 58,1 persen dibanding tahun sebelumnya dan berkontribusi hingga 30 persen terhadap total investasi nasional.

“Investasi hilirisasi akan memperkuat struktur ekonomi domestik, menciptakan nilai tambah di dalam negeri, dan membuka hingga 3 juta lapangan kerja baru dalam lima tahun ke depan,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Praka Mulia Agung, SVP Consumer Business 1 Bank Syariah Indonesia (BSI), menegaskan, peran perbankan syariah sebagai katalis dalam mendukung sektor properti dan ekonomi umat sangat kuat.

“Kami mengawal momentum pemulihan sektor properti melalui produk pembiayaan yang inklusif, berkelanjutan, dan sesuai prinsip syariah,” terangnya.

BSI Griya Tumbuh 8,51 Persen

Data Office of Chief Economist BSI menunjukkan bahwa KPR nasional tumbuh 7,66% (YoY) hingga Juni 2025. Sementara BSI Griya mencatat pertumbuhan lebih tinggi yakni 8,51% (YoY). Dengan rasio NPF hanya 2,10%, BSI menjadi tiga besar bank nasional dengan kualitas aset KPR terbaik, di tengah tren kenaikan NPL di bank konvensional.

BSI memperkuat ekosistem syariah nasional melalui tiga pilar: Education & Halal Industry (sekolah Islam, perguruan tinggi, dan lembaga halal), Umrah, Haji, dan Healthcare, serta Socio-Business & Islamic Organizations (pesantren, ZISWAF, dan ormas Islam).

BSI kini menempati posisi keenam terbesar untuk portofolio KPR nasional, dengan outstanding Rp59,5 triliun per September 2025. “Kinerja ini menunjukkan daya tahan model pembiayaan syariah terhadap fluktuasi pasar dan tekanan daya beli,” jelas Praka.

“Ke depan, BSI ingin memperluas peran ekosistem syariah bukan hanya untuk kepemilikan rumah, tapi juga untuk memperkuat ekonomi umat,” kata Praka.

Pembicara lain, Kepala Badan Advokasi dan Perlindungan Anggota REI, Adri Istambul Lingga Gayo Sinulingga, menekankan pentingnya paradigma baru “Propertinomic” yang memandang sektor properti sebagai pengungkit utama perekonomian nasional.

Berdasarkan riset LPEM UI, sektor properti menyumbang sekitar 16 persen terhadap PDB nasional, senilai Rp2.300–2.800 triliun, serta menciptakan 19 juta lapangan kerja yang tersebar di lebih dari 185 sektor turunan.

“Properti bukan hanya bisnis atau aset investasi, tapi katalis pertumbuhan dan instrumen pemerataan kesejahteraan. Terlebih lagi kombinasi PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga 2027, program 3 juta rumah, serta digitalisasi OSS akan mempercepat ekspansi properti nasional tahun depan,” tandasnya.

Sementara itu, sektor industri juga menunjukkan optimisme. Masagus Meidino, B2B Head PT Midea Electronics Indonesia, mengungkapkan rencana perusahaan membangun pabrik energi pintar di Batam, fasilitas pertama Midea di luar Tiongkok dengan kapasitas produksi 4 GWh.

“Kami melihat Indonesia sebagai pusat pertumbuhan industri berteknologi tinggi di Asia Tenggara. Investasi ini akan memperkuat rantai pasok energi hijau sekaligus mendorong transformasi industri nasional menuju digitalisasi dan efisiensi energi,” tambahnya.

Sinulingga menuturkan, pabrik seluas 60.000 m² itu akan menjadi pusat produksi global untuk smart appliances dan solusi energi berkelanjutan. Midea mencatat pendapatan global USD 57,5 miliar dan laba bersih USD 5,4 miliar pada 2024, serta memiliki 38 pusat inovasi di berbagai negara. (Id88)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |