Papan Pintar, Kebijakan Dungu

10 hours ago 2
Editorial

31 Oktober 202531 Oktober 2025

Papan Pintar, Kebijakan Dungu

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

Penegak hukum wajib menuntaskan ini—termasuk kasus smartboard di Langkat dan daerah lain yang berkelindan dengan Pilkada 2024.

Di Tebingtinggi, Sumatera Utara, papan tulis pintar menjelma simbol kebijakan paling keliru. Saat anggaran pendidikan seharusnya menopang kualitas guru, murid, dan fasilitas belajar, justru Rp14 miliar digelontorkan untuk smartboard yang manfaatnya tak jelas—di tengah defisit fiskal dan jelang kontestasi Pilkada.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Penggeledahan Kejati Sumut membuka tabir gelap bahwa persoalan ini bukan hanya perkara pembelian perangkat. Ia menyentuh inti yang lebih dalam: politisasi anggaran pendidikan. Ketika defisit daerah menembus Rp12,6 miliar dan rasio solvabilitas jatuh ke titik 0,70, publik patut bertanya—untuk siapa sebenarnya papan pintar itu dibeli?

DPR Kota Tebingtinggi sempat menolak, menyebutnya pemborosan. Namun proyek tetap berjalan. Laporan memperlihatkan indikasi mark-up harga ratusan juta per unit, spesifikasi barang jauh dari standar, dan proses pengadaan terkesan dipaksakan. Di sinilah kecurigaan bertaut: apakah ini melulu soal pengadaan, atau pengondisian proyek untuk bancakan?

Nama mantan Pj Wali Kota Tebingtinggi, Moettaqien Hasrimy—kerap dikaitkan dengan lingkaran politik Bobby Nasution—muncul dalam pusaran keputusan. Ia menandatangani pergeseran anggaran untuk pembayaran melalui pos Biaya Tak Terduga (BTT) 2025, padahal kondisi keuangan daerah tengah tercekik. Sejak awal, publik sudah memprotes: proyek ini boros, penuh dugaan permainan harga, spesifikasi tak sesuai, hingga isu aliran dana untuk kepentingan politik menjelang Pilkada 2024.

Kecurigaan menguat karena waktunya tepat berada di ujung tahun anggaran, ketika tensi politik meningkat. Smartboard akhirnya meminjam wajah ambigu: alat bantu belajar, atau alat bantu kampanye?

Dampaknya nyata. Anggaran yang seharusnya memperkuat pelatihan guru, pengadaan buku, serta sarana belajar, justru dialihkan ke perangkat yang fungsinya diragukan. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan pun merosot—jika anggaran pendidikan bisa disulap menjadi insentif politik, bagaimana publik yakin guru dan murid masih menjadi prioritas? Di sisi lain, beban fiskal daerah makin berat, menempatkan pemerintah pada posisi tak mampu menutup utang dengan pendapatan riil.

Praktik ini memperlihatkan bagaimana istilah “inovasi pendidikan” dapat berubah menjadi kedok lobi kekuasaan. Kata smart dalam smartboard, dalam kasus ini, hanya bungkus manis bagi aliran duit publik yang rawan dibengkokkan. Pemerintah daerah tampak lebih sibuk meresmikan perangkat baru menjelang pemilihan ketimbang memastikan mutu pembelajaran meningkat. Prioritas telah bergeser: dari siswa kepada suara.

Ketika pendidikan dijadikan panggung transaksi politik, yang dirugikan bukan hanya laporan keuangan, tetapi masa depan anak-anak. Ini bukan sebatas kelalaian. Ini bentuk pengkhianatan terhadap amanat konstitusi bahwa negara wajib mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kita tidak sedang membicarakan papan tulis digital. Kita sedang membicarakan bagaimana ruang belajar dijadikan alat konsolidasi kekuasaan. Ketika suara guru tak didengar, kebutuhan murid disisihkan, dan anggaran pendidikan diperas demi kontestasi, maka demokrasi kehilangan maknanya.

Penegak hukum wajib menuntaskan ini—termasuk kasus smartboard di Langkat dan daerah lain yang berkelindan dengan Pilkada 2024. Dalam kasus ini, penyidik bukan hanya menelusuri siapa menerima aliran dana, tetapi memastikan setiap rupiah anggaran pendidikan tak bisa lagi disulap menjadi amunisi politik.
Transparansi dan akuntabilitas bukan sekadar jargon; itu fondasi publik. Dan ketika fondasi itu digerus, pendidikan tinggal menjadi etalase kehampaan—negara menjual masa depan melalui proyek smartboard yang bukan hanya tidak pintar, tetapi memalukan karena dilahirkan dari kebijakan dungu.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |