Ratusan Karyawan Kebun Asian Agri Demo Di Depan Uniland, Tuntut Penyesuaian Upah

3 hours ago 5
Medan

13 November 202513 November 2025

Ratusan Karyawan Kebun Asian Agri Demo Di Depan Uniland, Tuntut Penyesuaian Upah Ratusan karyawan menggeruduk kantor Asian Agri yang berlokasi di Gedung Uniland, jalan M.T Haryono, Medan Timur, Kota Medan, pada Kamis (13/11) siang. (Waspada.id/Ardana Nasution)

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

MEDAN (Waspada.id) : Ratusan karyawan kebun Asian Agri yang berasal dari kabupaten Labuhan Batu menggeruduk kantor Asian Agri yang berlokasi di Gedung Uniland, jalan M.T Haryono, Medan Timur, Kota Medan, pada Kamis (13/11) siang.

Kedatangan ratusan karyawan Asian Agri ini menuntut perusahaan agar pemanen sawit tidak lagi dibebankan mengutip brondolan saat bekerja.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Menurut karyawan, pemanen sawit yang masih dibebankan lagi mengutip berondolan itu dirasa perlakuan yang tak manusiawi.

Pasalnya, karyawan menilai beban kerja pemanen sawit yang masih harus mengutip berondolan terlampau berat, menurut penuturan karyawan apabila pemanen masih harus mengutip berondolan maka target hariannya tak akan tercapai.

“Kami meminta pemanen tak dilibatkan lagi mengutip berondolan. Jadi selama ini pemanen itu harus mengutip perondolan, tetapi upah yang diterima itu tidak sesuai. Kalau berondolan hanya tertinggal satu butir itu kami didenda sampai Rp50 untuk satu berondolan. Sementara harga per kilonya kami dibayar Rp75,” beber Suwondo, koordinator aksi.

Suwondo mengatakan, selama ini pemanen di Kebun Asian Agri di Aek Nabara, Labuhan Batu harus melibatkan keluarga atau orang terdekat memenuhi target pengutipan berondolan.

“Yang jadi soal bagi pekerja itu, kalau kutip berondolan itu kan terlalu berat, jadi dia itu menghambat pekerjaan kita semakin lama, dan prosesnya juga ada memakan waktu. Sementara upah kita tidak mencukupi untuk membayar bantuan,” sambung Suwondo.

Hal serupa juga dikatakan peserta aksi lain, Ahmad Syauki, menurutnya selama ini yang menanggung biaya pengutip berondol malah pemanen itu sendiri.

“Selama ini, pemerondol yang bekerja itu nggak dibayar sama sekali. Itu kami tutupi, kami yang membayar, pemanennya. Pemanen kalau nggak bawa tukang berondol, tidak akan dapat target. Sementara, kami dituntut produksi maksimal oleh perusahaan. Jadi yang kami tuntut hari ini, pemanen dan pengutip berondol dipisahkan, supaya pemerondol yang kami bawa dibayar dengan harga yang pantas,” ujar Syauki.

Syauki menganggap, pekerjaan pengutip berondol itu seperti perbudakan. Karena mereka bekerja dari pagi hingga sore tanpa dibayar perusahaan.

“Dan kami menganggap ini perbudakan namanya. Coba bayangkan, hari ini masih ada orang bekerja dari pagi sampai sore, nggak dibayar,” cetus Syauki.

Selain menuntut pemisahan tanggungjawab antara pemanen dan pengutip brondolan, massa aksi juga menuntut perusahaan untuk menghentikan pemanfaatan kerabat dari pemanen yang selama ini membantu menyelesaikan beban kerja dari karyawan.

Massa aksi juga menuntut agar perusahaan Asian Agri mengabulkan kenaikan upah (premi) karyawan sesuai perhitungan Upah Lembur.

Karyawan Asian Agri yang sudah melakukan aksi sejak siang hari tampak masih berkumpul hingga sore, massa menunggu pihak perusahaan yang bisa menampung aspirasi mereka.

Pendemo yang awalnya sempat dikecewakan bersikeras akan membuat demo lanjutan apabila belum ada pihak perusahaan yang bisa memberikan mereka jawaban.

“Tadi sudah ada dilakukan pertemuan, hanya saja yang mewakili dari pihak perusahaan itu orang yang tidak bisa memberikan keputusan ataupun kebijakan,” sebut Syauki.

Peserta aksi menilai mereka hanya dianggap sebelah mata oleh perusahaan, Syauki pun meuakinkan bahwa masih akan ada aksi lanjutan.

“Dan kami anggap ini adalah suatu penyepelean bagi kami. Kami itu nggak dianggap. Jadi kami pastikan aksi kami akan terus berlanjut,” pungkas Syauki. (Id23)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |