Ariswan Desak Komisi Reformasi Polri Bentukan Presiden Prabowo Atensi Kasus Penipuan Simalungun

3 hours ago 1
Medan

Ariswan Desak Komisi Reformasi Polri Bentukan Presiden Prabowo Atensi Kasus Penipuan Simalungun Aktivis muda Sumatera Utara, Ariswan, menyerahkam berkas dugaan penipuan di Kabupaten Simalungun, kepada petugas di Mabes Polrsi. Waspada.id/is6

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

JAKARTA (Waspada.id): Gelombang sorotan terhadap kinerja kepolisian di daerah kembali mencuat. Kasus dugaan penipuan di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, yang telah dua tahun tanpa kejelasan, menjadi simbol betapa reformasi di tubuh Polri masih menghadapi tantangan serius di lapangan.

Aktivis muda Sumatera Utara, Ariswan, menilai lambannya penanganan kasus tersebut menunjukkan adanya ketimpangan serius antara semangat reformasi yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto dan implementasinya di level operasional kepolisian. Ia pun meminta Komisi Reformasi Polri yang baru dibentuk oleh Presiden untuk turun tangan dan memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

“Presiden Prabowo telah menunjukkan keberanian politik dengan membentuk Komisi Reformasi Polri. Tapi reformasi itu akan kehilangan makna jika kasus-kasus seperti dugaan penipuan di Simalungun terus dibiarkan tanpa penyelesaian. Komisi Reformasi Polri harus atensi terhadap persoalan ini,” tegas Ariswan kepada wartawan, Minggu (10/11/2025)

Kasus yang dimaksud Ariswan adalah laporan warga bernama Faini ke Polres Simalungun, yang sudah diajukan sejak 11 Oktober 2023 dengan nomor laporan LP/B/291/X/2023/POLRES SIMALUNGUN/POLDA SUMUT. Faini melaporkan seorang pria berinisial AN yang diduga menipu dirinya dan suaminya hingga mengalami kerugian total Rp58,75 juta dengan modus meminjam uang dan menitipkan mobil jaminan palsu.

Namun hingga kini, dua tahun berlalu, kasus tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti. Pihak pelapor mengaku lelah menunggu keadilan, sementara pihak kepolisian belum memberikan kejelasan tindak lanjut penyidikan.

Ariswan menyebut, apa yang terjadi di Simalungun bukan kasus tunggal, melainkan gambaran kecil dari tantangan besar dalam penegakan hukum di daerah. Menurutnya, reformasi Polri bukan sekadar soal restrukturisasi organisasi atau pergantian pejabat, tetapi soal mengembalikan roh Polri sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.

“Kalau masyarakat kecil seperti Ibu Faini saja harus menunggu dua tahun tanpa kejelasan, lalu kepada siapa rakyat akan mencari keadilan? Reformasi Polri tidak boleh berhenti di atas kertas atau di ruang rapat. Ia harus hidup dalam tindakan nyata di lapangan,” ujar Ariswan.

Ia juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap Kapolres Simalungun dan jajarannya, agar tidak menambah daftar panjang kasus-kasus yang mandek dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Ariswan menilai bahwa pembentukan Komisi Reformasi Polri oleh Presiden Prabowo merupakan langkah monumental yang harus dimanfaatkan untuk membenahi akar persoalan penegakan hukum di Indonesia. Karena itu, ia menegaskan bahwa Komisi ini perlu menjadikan kasus di Simalungun sebagai ujian awal komitmen mereka terhadap transparansi dan akuntabilitas.

“Komisi Reformasi Polri jangan hanya fokus pada level pusat. Mereka harus turun ke bawah, mendengar langsung suara rakyat, dan memastikan bahwa setiap laporan masyarakat ditindaklanjuti sesuai hukum. Kalau rakyat tidak percaya lagi pada polisi, berarti negara sedang kehilangan salah satu fondasinya,” kata Ariswan.

Sebelumnya, nama Ariswan juga mencuat lewat aksi dan advokasinya dalam isu darurat narkoba dan perjudian di Kabupaten Langkat, yang bahkan membuat Presidium Rakyat Membangun Peradaban (PERMADA) melakukan demonstrasi ke Polda Sumut dan mendesak evaluasi terhadap Kapolres Langkat.

Kini, dengan munculnya kasus Simalungun, Ariswan menyebut sudah saatnya Komisi Reformasi Polri memperlihatkan kinerja nyata.

“Baik di Langkat, di Simalungun, maupun di daerah lain masalahnya sama: lemahnya penegakan hukum di tingkat bawah. Presiden sudah memberikan mandat, tinggal bagaimana Polri membuktikan bahwa mereka layak dipercaya rakyat,” tegasnya.

Publik kini menunggu apakah Kapolri dan Komisi Reformasi Polri akan merespons desakan ini dengan langkah konkret. Sebab, sebagaimana ditegaskan Ariswan, reformasi Polri sejati hanya bisa diukur dari keadilan yang dirasakan rakyat kecil, bukan dari pidato atau pernyataan politik.

“Reformasi Polri akan berhasil bila polisi kembali jadi sahabat rakyat, bukan sumber ketakutan rakyat,” tutup Ariswan dengan nada tegas.

Kasus Simalungun kini menjadi ujian moral dan institusional bagi Polri, apakah akan menjadi simbol perubahan, atau sekadar catatan kelam lain dalam sejarah panjang penegakan hukum di negeri ini. (rel)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |