BBRI Reposisi Strategi Kredit: Dari Agresif ke Pertumbuhan Berkualitas

7 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan kredit konsolidasi PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Tbk. secara resmi telah memasuki fase moderasi baru.

Data terbaru menunjukkan bahwa era pertumbuhan dua digit yang agresif, yang dinikmati selama periode pemulihan pasca-pandemi, kini telah berakhir dan digantikan oleh laju pertumbuhan yang lebih stabil di level satu digit.

Berikut adalah tabel kenaikan kredit PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) secara YoY:

Hingga akhir kuartal III-2025, total outstanding loan BRI secara konsolidasi tercatat mencapai Rp 1.379,69 triliun. Angka ini merefleksikan pertumbuhan tahunan (YoY) sebesar 7,64% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Rp 1.281,67 triliun).

Laju pertumbuhan 7,64% ini mengkonfirmasi tren perlambatan yang telah terlihat konsisten sepanjang tahun 2025. Sebelumnya, pada kuartal I-2025, kredit tercatat tumbuh 6,34% YoY, dan pada KUARTAL ii 2025 tumbuh 7,37% YoY. Rangkaian pertumbuhan satu digit ini menandai sebuah normal baru (new normal) bagi bank dengan basis aset terbesar di Indonesia tersebut.

Laju saat ini terasa sangat kontras jika dibandingkan dengan kinerja yang dicatatkan pada tahun 2023 dan 2024. Sebagai perbandingan, pada kuartal III- 2023, BRI masih menikmati pertumbuhan kredit yang meroket di angka 12,32% YoY. Bahkan pada Q2 2024, pertumbuhan masih tercatat di level 11,18% YoY.

Siklus Penuh: Dari Titik Terendah Menuju Puncak

Jika ditarik lebih jauh, data dari kuartal I- 2021 memetakan sebuah siklus penuh. Perjalanan ini bermula dari titik terendah pada kuartal I 2021, di mana dampak pandemi masih sangat terasa dan pertumbuhan kredit BRI hanya tercatat 1,37% YoY.

Seiring dibukanya ekonomi, akselerasi agresif pun terjadi. Puncak pertumbuhan dalam siklus ini disentuh pada kuartal III-2021, di mana penyaluran kredit melesat hingga 13,47% YoY. Momentum ini berlanjut hingga Q2 2022 dengan laju 13,08% YoY.

Meski demikian, perjalanan ini tidak mulus. Sebuah anomali volatilitas termonitor pada kuartal III 2022, di mana laju kredit sempat terbenam dan hanya tumbuh 3,70% YoY, sebelum akhirnya pulih kembali.

Era Suku Bunga Tinggi Jadi Penekan Utama

Transisi dari pertumbuhan belasan persen ke level 7%-8% saat ini bukanlah sebuah anomali, melainkan sebuah konsekuensi logis dari kondisi makroekonomi. Perlambatan laju kredit ini tidak dapat dipisahkan dari melemahnya daya beli hingga investasi di Indonesia.

Daya beli dan investasi bahkan belum tumbuh meski Bank Indonesia sudah memangkas suku bunga sebanyak 125 bps sepanjang tahun ini menjadi 4,75%.

Suku bunga BI memang sempat ada di titik 6,25% yang membuat investasi dan konsumsi melambat. Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi sempat melambat bahkan mencapai 4,87% (YoY) pada kuartal I-2025 yang menjadi pertumbuhan terendah sejak kuartal III-2021 atau pandemi.

Tingginya suku bunga acuan (BI-Rate) secara langsung telah meningkatkan biaya dana (cost of fund) perbankan. Hal ini menekan marjin bunga bersih (NIM) dan secara simultan membuat perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit. Di sisi permintaan, suku bunga pinjaman yang lebih tinggi juga menahan risk appetite korporasi dan konsumsi rumah tangga untuk melakukan ekspansi utang baru.

Secara total, dalam kurun waktu 4,5 tahun (dari kuartal I 2021 hingga uartal III 2025), loan book konsolidasi BRI telah berhasil ditambah sebesar Rp 465,49 triliun.

Sebuah siklus penuh-dari pemulihan, akselerasi, volatilitas, hingga moderasi-kini telah terlewati. Fase saat ini menunjukkan fokus industri perbankan yang terlihat bergeser, dari mengejar volume menjadi memastikan pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan di tengah tantangan biaya dana yang tinggi serta perlambatan ekonomi.

-

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |