Biaya Haji Turun, Bukti Pengelolaan Basis Prinsip Keadilan

5 hours ago 2
Nusantara

4 November 20254 November 2025

Biaya Haji Turun, Bukti Pengelolaan Basis Prinsip Keadilan Ketua DPR RI Puan Maharani saat membacakan pidato pembukaan Masa Persidangan II DPR RI Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung DPR, Selasa (4/11/2025). (dok DPR)

Ukuran Font

Kecil Besar

14px

JAKARTA (Waspada.id): DPR melalui Komisi VIII bersama Menteri Haji dan Umrah RI Mochamad Irfan Yusuf telah menyepakati Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1447 H/2026 M sebesar Rp87,4juta dan besaran Bipih atau biaya yang dibayarkan oleh jemaah turun menjadi Rp 54,1 juta.

Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, keberhasilan penurunan BPIH tahun ini, merupakan bukti pengelolaan setiap rupiah dana haji dilakukan dengan prinsip keadilan dan agar tetap terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

“Penetapan BPIH Tahun 2026 ini diharapkan menjadi wujud keseimbangan antara peningkatan kualitas layanan dan kemampuan finansial jemaah haji Indonesia,” ujarnya. saat membacakan pidato pembukaan Masa Persidangan II DPR RI Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung DPR, Selasa (4/11/2025).

Sebagaimana diketahui, DPR dan pemerintah resmi menetapkan BPIH tahun 2026 sebesar Rp87.409.366 per jemaah. BPIH tahun 2026 turun Rp 2 juta dibandingkan 2025 yang sebesar Rp 89,41 juta per anggota jemaah. Sementara ongkos yang dibayar langsung oleh jemaah atau biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) juga turun Rp 1,23 juta, dari Rp 55,43 juta pada 2025 menjadi Rp 54,19 juta pada 2026.

Kemudian sisanya senilai Rp33.215.000 ditanggung dari nilai manfaat dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dirinya melanjutkan, DPR RI berkomitmen konsisten mengawal pelaksanaan ibadah haji agar berjalan transparan, efisien, dan berkeadilan bagi seluruh calon jemaah.

“Penetapan BPIH Tahun 2026 ini diharapkan menjadi wujud keseimbangan antara peningkatan kualitas layanan dan kemampuan finansial jemaah haji Indonesia,” ujarnya.

Sementara anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq menyoroti penyesuaian masa tunggu ibadah haji yang diterapkan pemerintah tahun ini. Menurutnya, perubahan kebijakan ini berdampak langsung pada kuota masing-masing provinsi, sehingga perlu pengawasan ketat agar proses distribusi tetap adil bagi seluruh jemaah.

“Sekarang masa tunggu rata-rata diseragamkan menjadi 26 tahun. Ini tentu berdampak pada kuota perwilayah. Misalnya Jawa Barat kehilangan sekitar 9 ribu kuota, sementara NTB mendapat tambahan. Perubahan ini harus dikaji agar distribusinya tetap proporsional dan adil,” ujarnya.

Dia menjelaskan, DPR melalui Komisi VIII akan memantau implementasi kebijakan ini, termasuk dampaknya terhadap jemaah lansia dan jemaah yang memiliki risiko kesehatan tinggi (risti).

Menurutnya, prioritas harus tetap diberikan kepada kelompok yang membutuhkan perhatian lebih agar tidak mengalami kendala dalam perjalanan ibadah.

“PR kita hari ini adalah memastikan penyesuaian masa tunggu tidak menimbulkan ketimpangan. Semua harus dikonsolidasikan dari pusat hingga daerah agar kuota yang dialokasikan sesuai dengan kebutuhan nyata jamaah,” jelas Maman.

Maman juga menekankan pentingnya komunikasi dengan pemerintah Arab Saudi terkait kuota dan mekanisme pemberangkatan jemaah. Hal ini dilakukan agar jemaah mengetahui posisi maktab dan jadwal keberangkatan mereka dengan jelas, sehingga risiko kebingungan atau keterlambatan bisa diminimalkan.

“DPR akan terus memantau dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat maupun Arab Saudi. Tujuannya agar masa tunggu yang disesuaikan ini berjalan lancar, kuota daerah tetap proporsional, dan pelayanan haji tetap aman dan nyaman bagi seluruh jamaah Indonesia,” pungkasnya . (id10)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Read Entire Article
Berita Kasus| | | |