LANGSA (Waspada): Gerakan Srikandi Aceh Bangkit (Geusaba) menolak rencana pemerintah Indonesia membangun empat batalyon dan barak militer di Aceh.
“Trauma rakyat Aceh nelum sembuh,” ujar Direktur Lembaga Geusaba Siti Maryam, S.Ag kepada Waspada di Langsa, Selasa (6/5).
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Menurutnya, pasang surut konflik antara Aceh dengan pemerintah sudah berlangsung cukup lama, sejak Aceh bergabung kedalam negara Indonesia. Mulai dari konflik Darul Islam di bawah pimpinan Daud Beureu-eh sampai ke konflik Aceh Merdeka di bawah pimpinan Hasan Tiro.
Dalam kurun waktu tiga dekade konflik AM/GAM telah menyengsarakan dan menghancurkan seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat Aceh. Baik itu tatanan kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat.
“Setiap konflik dan perang biasanya pasti ada tindakan represif dari aparat militer dalam melancarkan operasi penumpasan pemberontakan. Efeknya biasanya akan diterima oleh masyarakat yang tinggal di zona perang, seperti saat diberlakukannya DOM oleh Jakarta pada tahun 1989-1998 dan DM 2003-2004, begitu juga saat digelar operasi-operasi militer lainnya,” ujarnya.
“Pengalaman masyarakat Aceh dalam masa diberlakukannya Daerah Operasi Militer (DOM) dan Darurat Militer (DM) di Aceh, kepala keluarga sebagai orang yang mencari nafkah tidak dapat berperan optimal karena menjadi target utama dalam situasi konflik, maka kami dari pihak perempuanlah yang mengambil alih tanggung jawab (suami) dalam mencari nafkah dan memelihara anak-anak,” tambahnya.
Bahkan, banyak diantara mereka yang ikut menjadi pasukan Inong Balee karena timbul rasa dendam akibat derita yang dialaminya. Berbagai peristiwa konflik yang berkepanjangan telah berdampak munculnya cedera trauma, penyebaran penyakit menular hingga penyakit mental, disamping terputusnya kesinambungan perawatan untuk kondisi kronis.
Dikatakannya, konflik juga berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu kesehatan, misalnya, ketahanan pangan dan status gizi, kurangnya tenaga pelayanan kesehatan, kerusakan infrastruktur, dan gangguan pada rantai pasokan. Kesemua ini berdampak buruk terhadap ketersediaan dan kualitas layanan.
Di sisi lain, konflik juga berdampak buruk terhadap tercapainya upaya pembangunan yang salah satunya bertujuan untuk mengurangi kemiskinan. Kemiskinan dan ketimpangan ekonomi merupakan faktor penting munculnya konflik.
“Ketimpangan ekonomi merupakan penyebab terjadinya konflik seperti halnya di berbagai negara di dunia. Sementara di negara Indonesia, khususnya di Aceh, ketimpangan ekonomi terjadi diakibatkan oleh kurangnya peluang untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif yang dapat menghasilkan pendapatan, ketimpangan kepemilikan aset (termasuk tanah), serta rendahnya modal manusia yang ada,” ujarnya.
Konflik, kata dia, berpengaruh negatif terhadap produksi pertanian dan tingkat kehidupan rumah tangga petani. Konflik berpengaruh negatif terhadap pengangguran dan partisipasi kerja serta ketenagakerjaan.
Studi di beberapa negara yang berkecamuk konflik ditemukan, bahwa mereka yang dulunya menjadi pengungsi semasa konflik cenderung menjadi pengangguran dari pada mereka yang tidak menjadi pengungsi selama konflik. Sementara, peluang dari mantan pengungsi laki-laki untuk menjadi pengangguran lebih besar dibanding mantan pengungsi perempuan.
Namun, peluang mantan pengungsi perempuan keluar dari angkatan kerja lebih besar dari pada mantan pengungsi laki-laki. Hal ini, menurut kajian ini, disebabkan hilangnya (hancurnya) sosial network akibat konflik yang berkepanjangan dan pengungsian.
“Belajar dari peristiwa dan sejarah konflik Aceh tersebut, maka saya Siti Maryam, S.Ag sebagai Direktur Lembaga Geusaba menolak rencana pemerintah Jakarta untuk membangun empat batalyon dan barak militernya di Aceh,” sebutnya.
“Jadi, satu hal yang harus diingat oleh Jakarta, luka lama dan trauma kami akibat tindakan represif militer di Aceh sampai saat ini belum lagi sembuh, jadi biarkan kami bernafas lega menghirup udara damai tanpa adanya hilir mudik kendaraan militer di jalan raya maupun hadirnya militer dalam masyarakat Aceh,” imbuhnya.
“Kemudian, untuk membangun kembali kepercayaan kami kepada Jakarta itu butuh waktu lama. Jadi kami mohon pemerintah pusat lebih berhati-hati dalam membuat keputusan ini,” tambahnya.
Dia menjabarkan bahwa konflik Aceh telah berakhir, dan nota perdamaian telah disepakati bersama. Dalam nota kesepahaman telah pun disetujui beberapa hal sebagai berikut; Pertama, Pemerintah Republik Indonesia dan GAM menegaskan komitmen untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan bermartabat bagi semua.
Kedua, Pemerintah Republik Indonesia dan GAM bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan di Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam Negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia.
Ketiga, kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh Pasca-Tsunami tanggal 26 Desember 2004, sehingga Aceh dapat mencapai kemajuan dan keberhasilan.
Keempat, kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk membangun rasa saling percaya.
“Namun jika pemerintah pusat sudah tidak lagi sepaham dan menghormati nota kesepakatan perdamaian MoU Helsinki serta merasa dirugikan oleh rakyat Aceh, maka pemerintah pusat harus berani menyampaikan secara terbuka kepada rakyat Aceh, bahwa mereka telah membatalkan secara sepihak nota kesepahaman ini dan berikut juga dengan UUPA,” paparnya.
Dengan batalnya nota kesepahaman MoU Helsinki, kata dia, Indonesia bisa saja membangun empat atau sepuluh batalyon sekalipun tidak ada yang menghalanginya. Tapi jika Indonesia dan GAM masih berpegang teguh pada apa yang sudah disepakati bersama, kami minta jangan ada pihak-pihak yang ingin menghancurkan perdamaian ini.
“Dalam hal ini, Geusaba dengan tegas menolak rencana pembangunan empat Batalyon dan mendesak pemerintah untuk menghormati perjanjian yang telah mereka buat pada tahun 2005 di Helsinki,” pungkas Siti Maryam. (b24)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.