
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
TAPAKTUAN (Waspada): Nelayan Gampong Sawang Ba’u, Kecamatan Sawang, Aceh Selatan mengumpulkan anggaran secara swadaya mengeruk kolam pelabuhan yang telah lama dangkal akibat tak ada perhatian pemerintah.
“Sudah 7 tahun tidak tersentuh perhatian dan kepedulian pemerintah, kondisi kolam labuh terus mengalami pendangkalan hingga kedalaman tinggal lebih kurang 1 meter. Akibatnya, proses keluar masuk kapal terhambat,” kata Ketua Pemuda Sawang Ba’u Zakaria kepada Waspada di Tapaktuan, Selasa (6/5).
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
Menurut Zakaria, pihaknya bersama panglima laot dan tokoh masyarakat sudah berulang kali mengusulkan perluasan dan pengerukan pelabuhan, namun hingga tahun 2025 belum kunjung ditangani. Keluh kesah ribuan nelayan, buruh dan pedagang ikan bagaikan angin lalu.
“Pemerintah daerah dan provinsi belum terpanggil untuk membangun perluasan pelabuhan dan pengerukan. Padahal TPI Sawang Ba’u menampung ribuan tenaga kerja sekaligus menekan angka pengangguran. Pemerintah terkesan tidak punya hati dalam meningkatkan perekonomian rakyat,” imbuh Zakaria didampingi sejumlah nelayan dilokasi.
Akibat kapal nelayan sering terdampar di saat air laut surut dan keadaan pelabuhan yang sempit, sejumlah boat nelayan Sawang memilih berteduh di pelabuhan lain, kondisi itu sangat berdampak menurunnya pendapatan masyarakat yang bergantung hidup dari aktivitas di TPI.
“Merasa malu atas keluhan nelayan yang tidak kunjung terakomodir dari kepedulian pemerintah, pemilik boat meuripee peng (swadaya dana) melakukan pengerukan sebagai tindakan darurat, sampai pemerintah terbangun dari ketidak pedulian (apatis),” tegas Zakaria.
Sementara panitia pelaksana pengerukan Pelabuhan TPI Sawang Ba,u Yuliadi Bahar menyebutkan, inisiatif para nelayan dan pemilik boat patut diapresiasi, dalam keadaan hasil tangkapan ikan menurun rela mengumpulkan dana swadaya untuk aktivitas pengerukan kolam labuh Pelabuhan.
“Masing-masing boat menyumbang uang untuk operasional alat berat (beco), BBM dan gaji operator, kami merencanakan pekerjaan pengerukan sampai 10 hari. Dana yang terkumpul tidak mencukupi biaya yang dibutuhkan, habis bagaimana lagi, pemerintah belum tersentuh perhatian,” paparnya.
Disebutkan, pengeluaran operasional alat berat menyerap anggaran senilai Rp300.000 per jam. Sementara dana yang terkumpul ditaksir senilaj Rp13.700.000. Bersumber dari 43 boat pukat (katrol) per unit Rp200.000, kemudian 45 unit boat pancing disumbang Rp100.000 dan dari pihak ketiga terkumpul senilai Rp600.000.
“Dana inilah yang digunakan untuk mengatasi kedangkalan kolam labuh yang ditargetkan selama 10 hari, dimulai tanggal 4 Mei 2025 kemarin. Selain 88 unit kapal nelayan Sawang, kapal-kapal lain juga sering menepi atau berteduh di TPI ini, ketika cuaca buruk atau badai,” ulas Yuliadi Bahar.
Sumber lain menyampaikan, pelelangan retribusi PAD tanggal 26 Maret 2025 lalu diantaranya, untuk Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Aceh melalui DKP Aceh Selatan ditetapkan sebesar Rp 100.200.000, pos kecamatan Rp20 juta, untuk masjid Gampong Ujung Padang Rp20 juta, Masjid Sawang Ba’u Rp30 juta dan alokasi kas TPI serta Pemuda senilai Rp15 juta.
“Total retribusi PAD dari hasil pelelangan tahun 2025 sebesar Rp185.200.000. Semestinya untuk lebih indah dan tercipta kerjasama yang baik, PAD yang akan disetor ke DKP Aceh hendaknya disumbangkan beberapa persen untuk kelancaran penanggulangan pekerjaan pengerukan pendangkalan Pelabuhan, mengingat jumlah dana swadaya tidak mencukupi,” ujarnya. (chm)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.