
Ukuran Font
Kecil Besar
14px
TAPAKTUAN (Waspada): Seorang ibu rumah tangga berinisial SNN, 41 tahun, warga Gampong Tepi Air, Tapaktuan, Aceh Selatan yang awalnya berobat benjolan kecil di tangan sebelah kirinya di RSUDYA Tapaktuan, tak disangka harus pulang meregang nyawa. Korban meninggal dunia di RSUZA Banda Aceh usai dirujuk dari RSUDYA Tapaktuan, Minggu (4/5) sekira pukul 10.00 WIB pagi.
Koordinator Forum Peduli Aceh Selatan (For-PAS), T. Sukandi mengungkapkan, penyebab kematian korban usai menjalani pengobatan ringan di RSUDYA Tapaktuan itu diduga akibat penyuntikan anestesi yang kelebihan dosis oleh para medis di rumah sakit Tipe-B milik Pemkab Aceh Selatan itu.
Scroll Untuk Lanjut Membaca
IKLAN
“Memang terkait ajal adalah takdir dari Allah SWT, tapi meninggalnya pasien yang awalnya hanya hendak berobat ringan hingga sampai tak sadarkan diri lalu dirujuk ke RSUZA Banda Aceh, seperti ada keanehan dan kejanggalan. Diduga ada kesalahan standar operasional prosedur (SOP) saat penyuntikan anestesi, diduga kelebihan dosis anestesi,” kata T. Sukandi kepada Waspada di Tapaktuan, Senin (5/5).
Mengutip keterangan keluarga korban, T. Sukandi mengungkapkan kronologis lengkap perjalanan pasien berobat di Rumah Sakit Umum Daerah dr H Yuliddin Away (RSUDYA) Tapaktuan. Awalnya pada Sabtu (26/4) pasien masuk ke RSUDYA untuk berobat karena ada benjolan kecil di sekitar tangan sebelah kiri pasien. Lalu pada Minggu (27/4) dilakukan operasi kecil oleh para medis RSUDYA.
“Nah, di posisi inilah malapetaka itu mulai muncul. Sebab setelah dilakukan operasi kecil pasien justru tidak kunjung sadarkan diri,” kata T. Sukandi seraya menyatakan karena tak kunjung sadarkan diri akhirnya pada Selasa (29/4) pasien masuk ke ruang ICU (gawat darurat) RSUDYA karena di sebabkan keadaan pasien semakin kritis.
Kemudian, pada Jumat (2/5) pasien dirujuk dari RSUDYA Tapaktuan ke RSUZA Banda Aceh dan setelah pasien tiba di RSUZA para medis di rumah sakit tersebut langsung melakukan tindakan diagnostik untuk mengetahui penyebab keadaan pasien pasca operasi kecil di RSUDYA Tapaktuan Aceh Selatan tersebut tiba-tiba bisa kritis.
Namun Allah SWT berkehendak lain, belum rampung dan maksimalnya penanganan medis di RSUZA Banda Aceh pada Minggu (4/5) pasien dinyatakan meninggal dunia dengan ditemani oleh pihak keluarga almarhumah.
“Seluruh keterangan ini saya dapatkan dari pihak keluarga korban secara langsung yang sengaja menghubungi saya baik melalui percakapan WhatsApp maupun telepon sejak pasien dirujuk ke RSUZA Banda Aceh,” kata Sukandi.
Menurutnya, ajal adalah takdir dari Allah SWT yang wajib hukumnya diterima oleh setiap insan yang islami berdasarkan hukum agama. Akan tetapi setiap penyebab kematian itu ada kategori dan ada konsekuensinya yang mesti diterima oleh siapapun berdasarkan hukum yang berlaku di setiap negara di dunia ini.
Itu sebabnya, kata Sukandi, pihak keluarga pasien menyampaikan kesedihan dan perasaan duka mendalam. Sejauh ini, pihak keluarga korban masih menyimpan satu pertanyaan besar di dalam hati mereka yang diakui masih mengganjal sebelum almarhumah dijemput pulang oleh yang maha kuasa bahwa, “Kenapa anestesi yang semestinya bersifat lokal itu telah membuat pasien menjadi koma, lumpuh total tidak berdaya sampai ajal menjemputnya?”
“Atas dasar inilah, pihak keluarga korban patut menduga apakah benar telah terjadi malapraktik yang tak sesuai SOP di RSUDYA Tapaktuan?,” tanya Sukandi mengutip keluh – kesah keluarga korban.
Dikonfirmasi terpisah, Plt. Direktur RSUDYA Tapaktuan, dr. Erizaldi M. Kes, Sp.OG membantah tudingan telah terjadi malapraktik dalam penanganan pasien di rumah sakit tersebut. Ia mengaku telah melakukan audit medis dengan kesimpulan akhir bahwa penanganan telah sesuai SOP.
“Pertama saya selaku direktur mengucapkan duka cita mendalam, saya sudah melakukan audit medis dan mengambil kesimpulan pasien masuk tanggal 26 April 2025 dengan diagnosa abses dengan selulitis manus sinistra dengan keluhan tangan bengkak nyeri, demam dan kemerahan dialami sejak 12 hari yang lalu,” kata dr. Erizaldi.
Kemudian tanggal 27 April 2025 pihaknya melakukan tindakan pembersihan dan pengeluaran nanah di kamar operasi dengan pembiusan sedasi ringan dan lokal anestesi, setelah operasi pasien sadar penuh. Tanggal 28 April 2025 malam, pasien mual dan muntah sehingga diberikan obat anti muntah.
Namun pada tanggal 29 April 2025 malam pasien kembali muntah disertai sesak. Hasil konsul penyakit dalam dianjurkan menjalani perawatan diruang ICU dan pemberian obat DM karena hasil gula tinggi. Kemudian tanggal 30 April 2025 konsul ke spesialis jantung dengan keluhan denyut jantung meningkat.
“Tanggal 1 Mei 2025 perburukan kondisi pasien dengan penurunan kesadaran, dari hasil analisis laboratorium dicurigai infeksi berat atau sepsis karena resisitensi antibiotik walaupun sudah diberikan antibiotik spektrum luas. Karena tidak ada perbaikan dengan penggantian antiobik, pasien dirujuk ke RSUZA Banda Aceh pada tanggal 2 Mei 2025 tengah malam,” kata dr. Erizaldi. (chm)
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.